Dr.Elviriadi : Kearifan Lokal itu “Resiliens Faktor” Tak Masuk Pidana Karhutla

RIAU199 Dilihat

PEKANBARU, Sinkap.infoMaraknya penegakan hukum terhadap Pelaku Pembakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Riau mencuri perhatian publik. Polemik menyeruak ketika penindakan terhadap perusahaan masih sangat minim dibanding rakyat kecil. Bahkan muncul aksi demo menuntut pembebasan Iwan (petani kecil) seperti yang dilakukan Himpunan Mahasiswa Peduli Rokan Hulu belum lama ini.

Menyikapi akan polemik tersebut, pakar lingkungan DR. Elviriadi angkat bicara. Melalui aplikasi whatsapp ia mengatakan, saat ini ada salah tafsir hukum lingkungan. “Ya, saya lihat terjadi salah tafsir hukum lingkungan. Hukum lingkungan yang lahir pada Pelita III masa Pak Harto Presiden itu, sampai sekarang masih sama, yaitu menindak prilaku orang atau perusahaan yang menggunakan sumberdaya alam sampai timbul kerusakan,” katanya.

Karena itu, jelas Elviriadi, dalam UU No. 23 tahun 2009 pasal 69 Ayat 2 itu diberikan kelonggaran bagi warga untuk mengolah lahan seluas 2 hektar dengan prinsip prinsip kearifan lokal.

Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu menambahkan, Kearifan Lokal itu dalam ilmu ekologi, termasuk resiliens faktor.

“Kearifan lokal itu resiliens faktor, artinya dengan cara cara pengelolaan arif, ekosistem yang dibakar, atau unsur unsurnya berkurang, siklus alamiah alam ini bisa memulihkan diri,” jelas peneliti gambut yang sudah keliling dunia memberi seminar lingkungan itu.

“Ada siklus materi, siklus energi, relasi timbal balik biotik dan abiotik komuniti, sehingga alam kembali homeostatis,” terangnya.

Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah itu membedakan jika lahan dibakar secara berlebihan sehingga komponen ekosistem tak bisa pulih.

“Nah, yang bencana asap tiap tahun itu kan dibakar secara gila gilaan oleh siapa? Kan dah disegel Kementerian LHK perusahaannya, kenapa nyaris tak terdengar,” sindir dosen UIN Suska itu.

“Jadi, kearifan lokal yang tumbuh di Riau ini, sudah jelas tidak bisa di pidana. Karena hukum lingkungan hanya menghukum kegiatan manusia melebihi daya dukung dan daya tampung ekologis,” pungkas tokoh muda Selatpanjang yang istiqamah gunduli kepala demi nasib hutan.*

SINKAP.Info | Ws |Editor: MF

Komentar