Mendunia, Tokoh Bulutangkis Ini Putra Asli Sumatera Utara

KOLOM, Opini688 Dilihat

penulis : Indra Efendi Rangkuti

Staf Tax Center USU dan Pemerhati Olah Raga Sumatera Utara

Tokoh Bulutangkis Indonesia, Sudirman atau dikenal dengan nama Dick Sudirman, lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada 29 April 1922. Sudirman adalah anak ke-2 dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Sumono dan ibunya bernama Sutarmi. Kedua pasangan suami istri berasal dari Jawa Tengah. Sumono berasal dari Purworejo dan Sutarmi berasal dari Pati.

Pada awal 1920-an pasangan ini hijrah ke Pematang Siantar akibat mutasi tugas Pak Sumono sebagai pegawai pemerintah. Saat itu Sumono ditugaskan untuk menangani pembangunan jalan di beberapa wilayah Sumatera Timur. Sudirman hidup di lingkungan keluarga yang mencintai olahraga. Sejak kecil ia gemar bermain bulu tangkis tepat di belakang rumahnya.

Pada tahun 1929 Sudirman memasuki sekolah dasar dahulu disebut  HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Pematang Siantar. Pada masa SD ini Sudirman menunjukkan minat yang besar di bidang kepanduan dan olahraga. Pada masa SD Sudirman aktif di Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang kini dikenal dengan istilah Pramuka. Selain kepanduan olahraga juga  menjadi bidang yang ditekuninya. Olahraga yang digemari dan ditekuninya adalah bulutangkis. Pada masa itu Sudirman juga sering mengikuti turnamen bulutangkis di Siantar dan kerap menjadi juara.

Pada tahun 1936 seusai menamatkan pendidikannya di HIS Sudirman pindah ke Medan untuk melanjutkan studinya di MULO (setara SMP). Pada saat itu Sudirman memasuki MULO Medan (kini SMP Negeri 1 Medan). Semasa di Medan ini pula bakat bulutangkisnya kian terasah hingga akhirnya menjadi salah satu bintang bulutangkis tingkat pelajar di Sumut. Walau menekuni bulutangkis dan kerap menjuarai turnamen namun Sudirman tidak melupakan studinya dan akhirnya dirinyapun menjadi salah satu lulusan terbaik di sekolahnya pada saat itu.

Atas prestasinya yang sukses di bulutangkis dan akademik pada momen perpisahan  di sekolahnya Sudirman mendapat hadiah pulpen dari Sultan Deli. Pada masa tersebut hanya siswa – siswa terbaiklah yang mendapat hadiah dari Sultan Deli. Hadiah itu sangat berkesan baginya sehingga mendorongnya untuk sukses di studi dan hobi yg ditekuninya kelak.

Seusai menamatkan jenjang pendidikan SMPnya di Medan Sudirman kemudian pindah ke Yogyakarta pada tahun 1939 untuk melanjutkan pendidikan AMS (setara SMA). Pada masa itu Sudirman mulai terjun serius ke dunia bulu tangkis. Dirinya juga kerap menjuarai turnamen bulutangkis di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Pada tahun 1942 tidak lama setelah menamatkan AMSnya di Yogyakarta Jepang menduduki Indonesia. Kondisi ini membuat hubungan Sudirman dengan orang tuanya di Pematang Siantar terputus akibat penataan ulang yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Jepang terhadap pegawai pemerintah dan berujung kepada kondisi Sudirman tidak mendapat kiriman uang secara rutin dari orang tuanya.

Kondisi ini membuat Sudirman berusaha mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuka usaha kecil–kecilan. Ia menjajakan sabun dengan bersepeda keliling di Yogyakarta. Walau demikian Sudirman tidak meninggalkan aktivitasnya di bulutangkis. Kemampuan dan prestasinya di bulutangkis saat itu i terdengar oleh seorang tokoh yang juga penggemar bulutangkis bernama Tjipto Alimin.

Tjipto kemudian mengundang Sudirman ke jakarta pada 1943. Oleh Tjipto kemudian Sudirman diajak bergabung di klub bulutangkis yang dibinanya sekaligus bekerja instansi Percetakan Pemerintah. Tawaran ini diterima Sudirman sekaligus aktif di klub yang dibina Tjipto. Sudirman meraih gelar pertamanya dalam ajang Meiji Setsu Championship 1943. Sampai tahun 1948, Sudirman berulang kali mencicipi gelar juara di Jakarta.

Pada 1950 Sudirman melanjutkan studinya di Akademi  Perniagaan Indonesia. Pada periode kuliah inilah Sudirman berfikir untuk mendirikan wadah untuk membina bulutangkis secara terpadu dan terprogram, akhirnya keinginannya ini disambut baik oleh beberapa rekannya.

Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI)

Pada 1951, beberapa tokoh bulutangkis Indonesia melakukan pertemuan di gedung Concordia (sekarang Gedung Merdeka), yang berada di Bandung untuk membentuk Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Rochdi Partaatmadja ditunjuk sebagai ketua umum dan Sudirman dan Tri Condrokusumo menjadi wakilnya. Setahun kemudian, Sudirman terpilih sebagai ketua umum PBSI dan menjabat periode 1952-1959 dan 1961-1963.

Pada awal 1959 Sudirman memutuskan rehat sejenak dari memimpin PBSI karena melanjutkan studinya dibidang Business Administration di University of Syracuse. Pada akhir 1960 Sudirman menyelesaikan studinya dan kembali ke tanah air. Pada saat itu Sudirman mulai aktif memimpin beberapa perusahaan yang dipimpinnya. Salah satunya adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi. Kendati demikian Olahraga bulutangkis yang mengakar kuat dalam dirinya membuatnya kembali untuk membina bulutangkis.

Pada Kongres PBSI 1961 di Purwokerto Sudirman Kembali terpilih sebagi Ketua Umum PB PBSI yang dipimpinya Kembali hingga 1963. Sempat mundur sejenak karena mengurus bisnis yang dikelolanya pada periode 1963 – 1968 akhirnya  Sudirman kembali memimpin PBSI pada Kongres PBSI 1968 yang digelar di Purwokerto. Jabatan ini terus diembannya hingga tahun 1981. Inilah bukti bahwa Sudirman tidak bisa jauh dari dunia bulutangkis.

Sudirman memiliki visi yang luas terhadap dunia perbulutangkisan Indonesia. Selain itu Beliau juga rela berkorban untuk bulutangkis. Salah satu yang paling terkenal misalnya, ketika Sudirman rela menjual mobil miliknya untuk membiayai Tim Indonesia yang akan berlaga di Piala Thomas 1958. Hasilnya tak sia-sia, pengorbanan Sudirman pun terbalaskan dengan hasil juara Piala Thomas yang langsung bisa dibawa pulang untuk pertama kali, kendati Indonesia saat itu berstatus sebagai debutan. Bahkan para pemain yang bertanding selama masa pelatnas beberapa diantaranya tidur di rumahnya.

PBSI di bawah Kepemimpinan Sudirman telah bertabur bintang-bintang yang menghiasi cakrawala Indonesia

Melihat sepak terjangnya di Indonesia, Sudirman diberi kepercayaan masuk ke dalam jajaran petinggi International Badminton Federation (IBF) pada 1973. Sudirman merupakan orang Indonesia kedua yang menjadi petinggi IBF setelah Ferry Sonneville (1961-1965).

Meskipun pengusaha, Sudirman mengaku lebih fokus memajukan dunia bulu tangkis Indonesia. “Keterlibatan saya di bulu tangkis adalah pekerjaan utama. kesibukan di dunia farmasi hanyalah hobi,” ungkap Sudirman dikutip dari BWF Museum.

Beragam prestasi ditorehkan PBSI di masa kepemimpinannya, di antaranya ialah tujuh kali direbutnya Piala Thomas dari 8 kali kejuaraan, 1 kali Juara Piala Uber pada 1975, pada turnamen bulutangkis dunia tertua dan paling bergengsi All England tercatat 12 kali Juara Tunggal Putra All England (8 kali di antaranya direbut oleh Rudy Hartono), 9 kali Juara Ganda Putra, 2 kali Juara Ganda Putri, 1 kali Juara Ganda Campuran juga juara-juara di berbagai turnamen lainnya seperti Asian Games dan SEA Games.

Pada periode kepemimpinannya pula Tan Joe Hok mencatat sejarah sebagai tunggal putra Indonesia pertama yang menjadi Juara All England pada 1959 dan Rudy Hartono mencatat sejarah sebagai Juara terbanyak tunggal putra All England dengan 8 gelar dan dicatat di Guinnes Book of Record.

Kejuaraan Dunia Bulutangkis  yang digelar sejak 1977 di masa kepemimpinannya Indonesia meraih 1 kali Juara Tunggal Putra, 1 kali Juara Tunggal Putri, 2 kali Juara Ganda Putra dan 1 kali Juara Ganda Campuran.

Pada periode pertengahan 70-an terjadi perpecahan di organisasi bulutangkis dunia IBF akibat perbedaan pandangan dan sikap. Akhirnya pada 1978 berdiri organisasi baru bulutangkis sebagai tandingan IBF yang dimotori oleh RRC dan diberi nama WBF.

Beberapa kekuatan utama bulutangkis dunia seperti Malaysia, Korea Selatan, Hongkong dan lainnya turut bergabung di WBF tersebut. Kondisi ini membuat Sudirman dan sahabatnya Suharso Suhandinata prihatin dan punya inisiatif menyatukan kedua organisasi tersebut. Maka dimulailah pendekatan kepada negara – negara yang tergabung dalam WBF tersebut. Dan akhirnya pendekatan tersebut mendapat sambutan yang hangat dari negara – negara yang tergabung dalam WBF.

Saat sidang tahunan IBF tahun 1979 digelar di Jakarta pada 1979 dibahas agenda penting penyatuan kedua organisasi tersebut. Indonesia mengundang 11 tokoh penting dari IBF dan WBF. Inisiatif undangan ini berasal dari Indonesia, bukan atas inisiatif IBF atau WBF.

Dalam pertemuan tersebut, tercapai kesepakatan dibentuknya study group untuk menyusun agenda penyatuan dua organisasi badminton dunia, dari Indonesia, Sudirman dan Suharso Suhandinata masuk dalam tim tersebut. Akhirnya kerja keras Sudirman dan Suharso Suhandinata ini berbuah positif bagi rekonsiliasi ini.

Rapat tahunan IBF tahun 1979 itu punya peran vital untuk meredam kisruh dan konflik di antara kedua organisasi badminton dunia tersebut. Perwakilan WBF, Teh Gin Sooi dari Malaysia bahkan menyebut keberadaan Indonesia jadi faktor penting di balik pertemuan itu.

Kelompok study group ini terus mengadakan sejumlah pertemuan dan membahas hal-hal penting terkait penyatuan kedua organisasi. Meski sempat alot pada beberapa poin, di Maret 1981, Sidang Umum Tahunan IBF menyetujui kesepakatan-kesepakatan tersebut. Salah satu kesepakatan yang ada adalah penggunaan nama IBF karena organisasi ini lebih dulu berdiri.

Piala Sudirman
Dalam ajang Piala Uber 1981 di Jepang kemudian digelar upacara penggabungan kedua organisasi yaitu Celebration of Unification. Pada 26 Mei 1981, petinggi IBF dan WBF menandatangani penyatuan tersebut, dan akhirnya disepakatilah negara–negara yang bergabung di WBF kembali bergabung dengan IBF. Salah satu dampak penyatuan dua badan organisasi tersebut adalah China bisa bermain di Piala Thomas 1982.

Melihat peran Sudirman di kancah bulu tangkis nasional membuat sahabatnya Suharso Suhandinata mengusulkan nama Sudirman diabadikan dalam sebuah kejuaraan.

Namun Sudirman menolak usulan itu sampai ia wafat pada 10 Juni 1986 di Rumah Sakit Pelni, Jakarta dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta. Sudirman tidak ingin ketulusan dan dedikasinya dalam membina bulutangkis dianggap menginginkan pamrih.

Suharso Suhandinata tetap berusaha keras agar federasi bulu tangkis internasional meloloskan usulannya. Suharsono dalam biografinya menuturkan, dalam pertemuannya dengan Presiden IBF, Ian Parmer, di Singapura pada 1988, ia menyindir dua nama piala bergengsi IBF, Piala Thomas dan Piala Uber, yang digunakan sebagai penghormatan tokoh bulu tangkis Eropa.

Dalam pertemuan itu ia pun mengatakan, akan timbul ketidakpuasan dari negara-negara Asia yang merupakan kekuatan bulutangkis dunia jika nama piala IBF yang akan diusulkan diambil dari tokoh Eropa lagi. Seolah-olah, Eropa ingin menguasai nama piala turnamen IBF.

“Saya ingin bertanya, jika ada piala lagi, harus dari mana?” tanya Suharsono yang dikisahkan dalam bukunya. Dengan spontan Ian Palmer menjawab, “Harus dari Asia.” Suharsono pun mendesak Ian untuk menyebut nama jika akan diadakan piala baru untuk turnamen IBF. “Sudirman,” jawab Ian lebih lanjut.

Atas dasar obrolan itulah, sang presiden IBF membawa ide tersebut dalam sidang IBF pada 1988. Gagasan itu langsung diajukan sebagai nama piala turnamen baru untuk kejuaraan dunia beregu campuran, sekaligus menentukan tuan rumah pelaksanaannya.

Jadilah kemudian diputuskan nama kejuaraan internasional beregu campuran itu  adalah Piala Sudirman. Ajang Piala Sudirman pertama digelar di Istora Senayan, Jakarta, Indonesia pada 29 Mei 1989, dalam Piala Sudirman I tahun 1989 itu Indonesia berhasil menjadi Juara setelah di Final mengalahkan Korea Selatan 3-2.

Sayangnya hingga kini hanya itulah gelar Juara yang berhasil direbut Indonesia di Piala Sudirman. Semoga kelak para laskar bulutangkis Indonesia bisa kembali menjadi Juara sekaligus membawa pulang Piala Sudirman ke Indonesia.

Hingga kini untuk Kejuaraan Dunia Beregu Bulutangkis tingkat senior ada 3 sosok yang namanya dibadikan sebaga nama Kejuaraan yaitu George Alan Thomas (Putra), Betty Uber (Putri) dan Sudirman (Campuran).

Pada tahun 2000 nama sahabat dari Sudirman yaitu Suharso Suhandinata dijadikan sebagai nama kejuaraan dunia beregu bulutangkis junior dengan nama “Suhandinata Cup”

Selain diabadikan sebagai nama kejuaraan, nama Sudirman juga terdaftar dalam Hall of Fame Badminton World Federation (BWF) pada tahun 1997. Oleh karena itu mengingat besarnya perannya dalam dunia bulutangkis Indonesia dan Internasional dan kebetulan Beliau putra daerah Sumut sangat layak jika kelak dibangun gedung bulutangkis ataupun sebuah monumen yang mengabadikan namanya di Medan atau di Pematang Siantar untuk menjadi motivasi agar bulutangkis Sumut dapat berjaya di tingkat Nasional dan Internasional.

Dengan adanya monument atau GOR yang memakai nama Sudirman di Sumut diharapkan pula jejak Langkah sang “Bapak Bulutangkis Indonesia” Sudirman ini di Sumut akan tetap dikenang dan abadi.