INSPIRASI, SINKAP.info – Sariman lahir dan dibesarkan di lokasi sulit untuk mengakses pendidikan. Keinginan untuk bersekolah Sariman harus menempuh jarak 5 km berjalan kaki dari rumahnya. Anak kedua dari tiga bersaudara ini hidup bersama suku Akit sebagai Komunitas Adat Terpencil di kecamatan Rangsang kabupaten Kepulauan Meranti.
Keinginan yang kuat untuk bersekolah, Sariman belajar dan bermain di lingkungan Muslim. Hidayah menyapa, Sariman pun memilih Islam meskipun kesehariannya tinggal bersama keluarga yang masih non muslim.
“Di Islam kita diberikan akses untuk belajar terus menerus, meskipun dulu saya belum syahadat namun saya tetap diberikan kesempatan untuk belajar, bahkan saya hafal bacaan shalat dan nama-nama nabi sebelum saya jadi mualaf,” kata Sariman dikutip cendikiabaznas, Selasa (15/2).
Diceritakan, Jarak dan kondisi keluarga tak pernah membuat Sariman patah arang, dengan teguh bersama suku akit yang lain terus berjuang untuk mengenyam pendidikan. Dengan kegiatan pengajian, pembelajaran inilah yang menjadi alasan ia ikut bergabung meskipun bukan dari agama yang sama.
Keinginan ia untuk terus belajar mengantarkan harapannya mengenyam pendidikan di Sekolah Cendekia BAZNAS. Difasilitasi akses BAZNAS Kabupaten Meranti dan BAZNAS Provinsi Riau, ia berangkat dan berniat mengubah wajah desa kelahirannya.
“Setiap hari diawal masuk saya belajar membaca al-Quran, malu memang diawal, karena semua teman di Sekolah sudah bisa, namun alhamdulillah lingkungan sekolah justru mendukung sehingga saya terbantu tidak malu dan lebih semangat,” kenangnya.
Dengan giat belajar dan menghafal, saat ini siswa kelas 10 di Sekolah Cendekia BAZNAS tersebut telah hafal 6 Juz dan 85 Hadist pilihan. Sebuah prestasi yang luar biasa baginya, tentu ilmu ini akan ia baktikan untuk daerahnya tercinta.
“Saya harus mewujudkan itu agar rantai keilmuan terus berjalan. Saya ingin hadirkan cahaya hidayah untuk warga disana, khususnya keluarga,” tandasnya.
SINKAP.info | Laporan: Satria Afandi