MERANTI, Sinkap.info – Menyikapi terkait kasus pak Rustam kami dari DPRD akan mengirim perwakilan dari Komisi I dan dari Pemda ke Pengadilan Negeri Bengkalis untuk mengawal proses hukumnya sampai tuntas.
Pernyataan diatas disampaikan Ketua DPRD Kepulauan Meranti Ardiansyah, M.Si saat menerima aksi Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Meranti (GAMALI) setelah menyuarakan tuntutan Keadilan membebaskan Rustam warga Alah air yang dituntut 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp 800 juta karena melanggar pasal 56 ayat 1 UU Perkebunan, Senin (13/7) lalu.
Sampai saat ini, Ketua Koordinator Lapangan GAMALI Waluyo merasa kecewa atas angin surga yang disampaikan oleh wakil rakyat yang harusnya berpihak kepada kepentingan rakyat. Namun kenyataannya tindak lanjut pernyataan ucapan Ketua DPRD Meranti belum dilaksanakan.
“Kami mendesak kepada Ketua DPRD Kepulauan Meranti agar bisa memegang janji yang telah diucapkan, kami tidak butuh janji manis sebatas mulut saja tapi kami inginkan tindakan yang cepat untuk mengawal proses hukum Rustam sebagai rakyat yang terzalimi oleh ketimpangan hukum di negeri ini,” tegas Waluyo kepada media ini, Jum’at (17/07).
Mengingat proses hukum sangat dekat, kata Waluyo, hari Selasa (21/7) kedepan akan diproses sidang putusan vonis terhadap Rustam. Jika sampai menjelang vonis Rustam dibacakan dan belum ada upaya DPRD Kepulauan Meranti untuk melakukan mediasi dengan Pengadilan Negeri Bengkalis, maka pihaknya akan kembali melakukan aksi dengan massa yang lebih besar.
“Kita tunggu sebelum sidang putusan vonis, jika tidak ada tindak lanjut dari ucapan wakil Rakyat tersebut kita akan turun aksi dalam jumlah yang besar lagi. Jangan sampai kami duduki kantor DPRD hanya untuk menuntut janji, kita tahu perwakilan Rakyat adalah orang yang dipilih dan dipercayakan masyarakat untuk kepentingan rakyat,” beber Waluyo Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Meranti.
Sementara ditempat terpisah, pakar lingkungan hidup Dr. Elviriadi mengingatkan DPRD Meranti sebagai lembaga aspirasi rakyat harus responsif terhadap tuntutan masyarakat.
“Saya apresiatif lah, Pak Ardiyansah mau menerima massa aksi kemarin, namun jangan sampai masuk angin ye, sebab Karhutla ini menyangkut Hak Asasi Manusia yang terancam, ” ungkapnya saat dikonfirmasi via whatsapp pribadi.
Elviriadi putra asli kelahiran Selatpanjang menambahkan, sejauh ini Karhutla telah banyak menelan korban masyarakat kecil.
“Sebelum Rustam ada Pak Ruslan warga Centai, begitu juga di kabupaten lain se-Riau. Publik menyaksikan perusahaan besar dengan lahan sangat luas terbakar tetapi dibiarkan bahkan dibantu pula memadamkan,” sindir mantan aktivis mahasiswa itu.
Penegakan hukum Karhutla ini, kata pria yang sering menjadi saksi ahli dipengadilan, bukan soal logika hukum positif semata. Melainkan harus diutamakan logika ilmu alam.
“Alam itu ada kaedah ekologinya. Kalau luas lahan terbakar sedikit, bukan dikebun atau hutan, maka itu resilien faktor. Artinya, alam itu bisa pulih kembali, karena daya dukung siklus biotik-abiotiknya masih lenting. Kalau yang terbakar luas berhektar hektar, nah inilah yang mengganggu homeostatik alam, pelampauan baku mutu sehingga harus dikenakan pidana lingkungan,” terang Ahli Gambut yang sudah keliling dunia itu.*
SINKAP.info | Laporan: Slh
Komentar