Peduli Kakek Kamarek, Aktivis Akan Gelar Aksi Gempar Jilid II di Kejati

Tembilahan105 Dilihat

INHIL, Sinkap.infoUsai aksi demonstrasi bela kakek kamarek (60) di Pengadilan Negeri Kelas IIA Tembilahan pada Kamis 27 Februari 2020 lalu, Mahasiswa kembali serukan aksi demonstrasi di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Pekanbaru.

Aksi akan digelar pada 10 Maret 2020 dengan menurunkan mahasiswa se Riau meminta bebaskan Kamarek atas vonis 6 tahun penjara dan denda 3 Miliar dengan tuduhan pembakaran lahan di Pengadilan Negeri Tembilahan.

Rudi selaku Koordinator Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Riau mengaku sudah berkoordinasi dengan Ketum HIPPMIH, IKAMI, HMI, serta Ormas di Kota Bertuah untuk berpartisipasi menyuarakan hak masyarakat lemah agar dibebaskan dari jeratan hukum. 

“Insya Allah kita akan turun. Kita sudah berkoordinasi dengan Koordinator Pusat BEM se Riau berserta teman-teman OKP, Ormas, dan Paguyuban untuk menggelar aksi demonstrasi di Kejati, sekaligus mengawal proses sidang banding pada 13 Maret 2020 mendatang,” sebut Rudi, Minggu (1/3).

Rudi mengatakan aksi kali ini berskala besar, menurunkan seluruh mahasiswa yang ada di Riau menuntut keadilan bebaskan Kakek Kamarek. Putusan terhadap terdakwa dianggap tidak tepat dan kabur. Sehingga penegak hukum dinilai lakukan kriminalisasi terhadap petani kecil.

MENARIK DIBACA:  Ketua Umum APKL Kabupaten Inhil Periode 2020-2023 Resmi Dilantik

Gerakan peduli Kamarek itu dikarenakan putusan majelis hakim tidak memperhatikan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum sebagai dalam azaz pemidanaan. Dimana fakta yang terungkap, Kamarek adalah anak buah dari H Pewa (DPO), si pemilik tanah.

Penangkapan Kamarek dinilai tidak sesuai prosedur. Terdakwa ditangkap tidak dilahan terbakar alias tidak Operasi Tangkap Tangan (OTT), melainkan ditangkap dirumahnya sendiri.

Saat penangkapan, keluarga Kamarek tidak mengetahui Kamarek digiring ke kantor polisi. Secara administratif, itu menunjukkan salah satu kesalahan. Artinya, ketika dilakukan penangkapan, surat penangkapan tidak sampai kepada keluarga bersangkutan.

“Majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan terkait dengan pertanggungjawaban pemidanaan Kamarek. Dan tidak melihat unsur hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa yang sudah tua renta,” papar Rudi

Yang sangat fatal kata Rudi, tidak ada yang melihat terdakwa yang melakukan pembakaran. Ditambah lagi Kamarek bersuku Bugis sama sekali tidak didampingi penasihat hukum, sementar terdakwa tidak bisa berbahasa Indonesia dengan baik selama persidangan.

MENARIK DIBACA:  Aktivitas Belajar Tatap Muka Belum Dibuka Demi Terapkan Protokol Kesehatan

Kamarek dikenakan pasal 108 Jo 69 Ayat 1 Huruf H UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi “setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar”.

Menurut Rudi, UU tersebut hendaknya lebih mengutamakan upaya pencegahan kebakaran dari pada menindak pembakarnya. 

Memang, terag Rudi, kebakaran lahan dan hutan saat ini menjadi atensi nasional. Namun penegak hukum diminta lebih menyoroti kejahatan korporasi yang beroperasi di Indragiri Hilir dari pada petani kecil.

“Rakyat kecil tidak boleh selalu menjadi kambing hitam oleh kepentingan suatu golongan. Jangan direkayasa menjadi korban ketidak adilan. Jangan sampai kepentingan koorporasi (perusahaan besar_red) mengorbankan petani,” tegasnya.

Terkahir Rudi mengungkapkan pergerakan bela Kamarek ini bukan hendak menentang hukum, namun meminta agar menegakan hukum seadil-adilnya dengan rasa kemanusiaan.(*)

SINKAP.info | Penulis: Muhji

Komentar