BANGGAI, Sinkap.info – Menyikapi komentar Nasrun Hipan pada edisi berita di Banggai raya yang mensinyalir adanya dugaan pelanggaran Fuad Muid karena rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 400 ayat 1 huruf c UU nomor 17 tahun 2014, mengatakan bahwa sanksi rangkap jabatan Fuad berimplikasi pemberhentian sebagai anggota DPRD dinilai sungguh sangat subyektif dalam mengambil kesimpulan tanpa mempertimbangkan hukum dalam praktek.
Syaifuddin Muid, yang saat ini menjabat Kadis Sosial dan mantan praktisi hukum menilai, dalam membaca undang-undang tidak boleh menafsirkan sendiri secara leterlijk atau terpaku pada isi teks yg ada dalam bunyi pasal tersebut.
“Menfasirkan pasal dalam undang-undang harus mempertimbangkan apakah pemberlakuan pasal tersebut khususnya pada ayat c UU MD3, bahwa anggota DPR dilarang rangkap jabatan pada badan-badan yg menerima hibah APBD dan APBN, apakah berlaku pula terhadap Palang Merah Indonesia sebagai organisasi yang bergerak dibidang kemanusiaan?,” tanggapnya.
Menurut Syaifuddin, untuk mengkaji permasalahan ini diperlukan penafsiran yg harus didukung oleh ketentuan lain ataupun melihat hukum dalam praktek. Penafsiran dibolehkan oleh ketentuan yaitu dengan menafsirkan sesuatu kaedah hukum yang belum jelas namun olehnya, menafsirkan tidak boleh hanya secara leterlijk atau gramatikal yang terpaku dengan bunyi pasal tersebut dimana bunyi pasal tersebut hanya menyebut badan-badan lainnya yang menerima dana hibah APBN dan APBD.
“Dibutuhkan penafsiran lainnya yang dikenal dalam ilmu hukum yaitu penafsiran Historis, sistematis, teologis dan penafsiran perbandingan hukum, selain itu dalam menafsir PMI sebagai badan harus ditafsir dengan menggunakan penafsiran sistematis tentang pemberlakuan UU secara keseluruhan sebagai sistem perundang-undangan serta menafsirkan melalui pola perbandingan hukum yakni membandingkan dengan pemberlakuan atau kaidah hukum ditempat lain” terangnya.
Dengan melihat jabatan ketua PMI dari pusat sampai di daerah yang berdasarkan hasil penelusuran rangkap jabatan oleh anggota DPRD dan jumlahnya sangat banyak, ini menjadi bukti bahwa pemberlakuan pasal 400 UU MD3 terhadap PMI masih dibolehkan karena PMI adalah organisasi kemanusiaan non profit sama dengan Majelis Ulama Indonesia yang bergerak dibidang keagamaan dan juga masih diperbolehkan rangkap jabatan oleh anggota legislatif.
Tak hanya itu, kata Syaifuddin, dirinya juga menyarankan sebagai sesama Alumni fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makasaar agar Nasrun menghentikan cara penafsirannya, sehingga masyarakat tidak digiring pada pemahaman yang salah apalagi mengaitkan dengan harus mundur dari anggota DPRD yang menurutnya ini sudah masuk ranah politik.
“Tidak ada pelanggaran dalam rangkap jabatan ketua PMI, kalau itu disepakati secara Nasional dilarang pastilah penegak hukum disemua daerah dari pusat akan memberikan sanksi kepada anggota legeslatif yang rangkap jabatan sebagai pengurus maupun ketua PMI, itu pendapat saya” jelasnya mengakhiri.*
SINKAP.info | Laporan: MRm
Komentar