ISLAM, SINKAP.info – (1) Setiap ibadah yang diperintahkan Allah memiliki tujuan dan target utama (maqāshid). Shalat, misalnya, agar pelakunya dapat mencegah dan menahan dirinya dari perilaku keji dan munkar (Qs. al-‘Ankabūt: 45). Ibadah qurban merupakan latihan ketakwaan hati (taqwā’l-qulūb) (Qs. 22:32). Ibadah Haji ke Baitullah agar para tetamu Allah yang hadir di sana dapat mengambil nilai-nilai kehidupan dari setiap situs yang mereka saksikan dan senantiasa berzikir mengingat Allah (Qs.22:28). Begitu juga dengan puasa Ramadhan, Allah jadikan sebagai “training centre” dalam membentuk ketakwaan (Qs.2:183).
(2)
Selain itu, ada tujuan lain dan amat dahsyat dari Puasa. Apa itu? Latihan memimpin dan mengendalikan. Yaitu memimpin diri dan mengendalikannya dengan cara tak menuruti segala yang diinginkannya. Bayangkan, ketika berbuka saja diri harus dimenej dengan baik. Jangan sampai berbuka dengan harta hasil korupsi, hasil merampok, atau hasil dari melakukan dosa dan pelanggaran syariat Allah.
Bahkan, lisan saja harus dijaga, kata Nabi. “Jika ada yang mencela atau menyerangmu, maka katakan padanya ‘aku sedang puasa, aku sedang puasa’.”
Begitulah hebatnya “training” yang dilakukan oleh Puasa. Itulah pangkal Puasa: menahan. Fondasinya adalah sabar.
Tetapi, sabar itu membuahkan syukur. Maka, bersyukurlah atas anugerah Puasa yang teramat istimewa ini. Yang oleh Allah “kurikulumnya” dibuat lengkap dan sempurna. Ada Puasa sebagai “jembatan” ketakwaan (Qs.2:183; ada pula kemurahan dan rahmat Allah bagi yang sakit atau musafir untuk meninggalkan Puasa dan diganti dihari lain (Qs.2:185); nikmat turunnya Al-Qur’an sebagai sumber hidayah bagi manusia (Qs.2:185); nikmat dekat dengan Allah melalui proposal doa-doa yang akan diijabah oleh-Nya (Qs.2:186); juga nikmat tetap diperkenankannya berhubungan biologis bagi ‘pasutri’, kecuali di malam-malam Iktikaf. Ia hendaknya dihindari (Qs.2:187).
(3)
Puasa juga latihan kedermawanan. Karena harta yang kita simpanan bukan hanya untuk kita, tetapi untuk dibagikan kepada orang lain. Maka, teladan kita, Nabi Muhammad di bulan Ramadhan menjadi ‘lebih dermawan’ daripada angin yang berhembus (Muttafaq ‘Alayhi).
Tidak hanya itu, kesalehan sosial juga dibentuk dengan baik di dalam Puasa Ramadhan ini. Ini dibuktikan dengan adanya Zakat Fitrah. Ini juga lambang kesyukuran atas nikmat Puasa dari Allah (Qs.2:185).
Kecuali itu, bangunan spiritual (ruhiyah) pun diperkuat di dalam Puasa Ramadhan ini. Di dalamnya diperketat program takbir, tahmid, tahlil, doa hingga istighfar (Qs.2:185,186; 3:17).
Dan, di ronde terakhir dari putaran Puasa ini benar-benar Allah mengharuskan kita “putus” dari selain-Nya, bahkan dari istri dan suami kita, seperti yang terwujud dalam Iktikaf di Masjid (Qs.2:187).
Mari resapi betapa agungnya dan hebatnya target-target Puasa Ramadhan yang hanya beberapa hari ini (Qs.2:184). Ya, hanya ‘ayyām ma‘dūdāt’, kata Allah: di hari-hari yang berbilang. Ya, hanya sebulan. Tidak lebih. Maka, alangkah ruginya jika kita tidak sungguh-sungguh dalam menggapai target-target itu.
(4)
Lebih dari itu, ada satu hal yang tidak boleh kendor selama Puasa, yaitu: interaksi dengan Kitabullah. Ini yang diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur’an (Qs.2:185).
Firman Allah dalam Qs.2:185 itu sejatinya “lampu kuning” alias warning agar kita tak lepas dari Al-Qur’an. Karena inilah salah satu keistimewaan bulan Ramadhan, bulan diturunkan Al-Qur’an di dalamnya. Dan contoh teladan dalam menghidupkan Ramadhan dengan Al-Qur’an adalah Rasulullah. Karena beliau setiap tahun “tadarusan” bersama malaikat Jibril.
Maka, seyogyanya kegembiraan kita di bulan Ramadhan ini meningkat jauh karena ada nikmat Al-Qur’an. Kitabullah yang harus kita baca terus-menerus (Qs. Fāthir: 29); meraup ibadah via tilawahnya; mengundang rahmat Allah dengan mendengarkannya; mentadabburinya; memahami hukum-hukumnya dan mengikutinya; dan lain sebagainya. Kata Allah, “Inilah Al-Qur’an, sebuah kitab yang Kami turunkan dengan penuh berkah. Maka, ikutilah dan bertakwalah agar kalian dirahmati Allah.” (Qs.6:155).
Semoga target dan tujuan utama dari Puasa kali ini dapat kita raih dengan baik. Sehingga kehadiran Ramadhan tak sekadar lewat. Tetapi, ia menjadi semacam program “tajdīd” (pembaruan) dan “ishlāh” (perbaikan). Ia memperbaharui kembali hubungan kita dengan Allah, dengan Rasulullah dan dengan Kitabullah. Ia juga memperbaiki setiap kerusakan dalam jiwa kita, keimanan, amal juga muamalah kita sesama manusia. Wallāhu a‘lamu bis-shawāb.[] (Sabtu, 15 Ramadhan 1443 H/16 April 2022 M)
SINKAP.info | Rls