Mewujudkan Legitimasi Hukum dalam Tata Kelola Pemerintahan Daerah

Opini378 Dilihat

OPINI, SINKAP.info – Penegakan hukum dalam tata kelola pemerintahan tidak cukup hanya menjadi jargon birokrasi; ia harus terwujud dalam setiap sikap, keputusan, dan kebijakan yang tunduk pada norma hukum yang berlaku. Hierarki peraturan perundang-undangan, yang selama ini sering kali dianggap hanya sebagai konsep akademik, seharusnya menjadi pijakan yang wajib diikuti oleh setiap kepala daerah dalam merancang dan menetapkan kebijakan.

Kesalahan dalam memahami hierarki peraturan, seperti yang terjadi pada Peraturan Wali Kota (Perwako) No. 2 Tahun 2025, yang menetapkan tarif retribusi berbeda dari yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2024, merupakan bentuk pelanggaran formil dan materiil yang berdampak hukum serius. Sebagai peraturan pelaksanaan, Perwako seharusnya hanya menjabarkan teknis pelaksanaan Perda, namun dalam hal ini justru masuk ke dalam substansi yang menjadi ranah legislatif daerah. Pelanggaran semacam ini dapat menciptakan kekacauan administratif, membuka ruang gugatan, bahkan berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akibat pungutan yang tidak sah secara hukum. Ketika peraturan mengandung cacat formil dan materiil, maka seluruh tindakan administratif yang bersumber darinya juga dapat dianggap tidak sah.

Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) mengharuskan setiap regulasi untuk memenuhi asas legalitas, akuntabilitas, dan transparansi. Menabrak regulasi bukan hanya mencoreng wibawa hukum, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan. Di banyak daerah, sayangnya, bagian hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga legalitas, masih diposisikan sebagai unit administratif yang hanya berfungsi untuk mengesahkan kebijakan semata.

Bagian Hukum adalah wajah depan pemerintah daerah. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk menyusun peraturan daerah dan kebijakan kepala daerah, tetapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan yang dijalankan berada dalam koridor hukum yang benar. Untuk itu, kemampuan dalam memahami asas pembentukan peraturan perundang-undangan, harmonisasi vertikal dan horizontal, serta teknik penyusunan peraturan (legal drafting) bukan lagi sekadar keterampilan tambahan, melainkan keharusan mutlak. Pemahaman terhadap UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang baru saja diubah dengan UU No. 13 Tahun 2022, harus dikuasai oleh setiap tenaga hukum di pemerintahan.

Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa banyak bagian hukum yang belum siap mengemban peran strategis ini. Sumber daya manusia (SDM) di bidang hukum masih terbatas, sistem dokumentasi belum optimal, dan budaya kerja belum sepenuhnya adaptif terhadap dinamika hukum modern. Di sinilah pentingnya transformasi kelembagaan melalui peningkatan kapasitas, integrasi teknologi informasi, dan budaya kerja yang lebih transparan dan responsif.

Penguatan kelembagaan ini tidak hanya berbicara tentang struktur, tetapi juga mencakup budaya kerja dan kolaborasi yang lebih erat antar instansi terkait. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) harus dibangun menjadi pusat informasi hukum yang interaktif dan partisipatif. Pelibatan publik dalam proses penyusunan regulasi juga harus mulai menjadi kebiasaan. Hukum harus menjadi instrumen yang hidup, responsif, dan sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

Lebih jauh, evaluasi terhadap regulasi yang telah diterbitkan sangat penting. Banyak Perda yang sudah tidak relevan lagi, bahkan bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Tanpa adanya monitoring dan evaluasi berkala, regulasi hanya akan menjadi arsip yang kehilangan makna. Bagian hukum harus diberikan kewenangan dan dukungan untuk menjalankan fungsi evaluasi ini.

Ke depan, pemerintah daerah harus menyadari bahwa keberhasilan birokrasi bukan hanya diukur dari banyaknya regulasi yang diterbitkan, tetapi dari kualitas dan kepatuhan terhadap sistem hukum nasional. Jika bagian hukum diberdayakan dengan baik, didukung oleh SDM yang kompeten, dan dipimpin oleh kepala bagian yang reformis, maka wajah hukum pemerintah daerah akan lebih kokoh, modern, dan terpercaya.

Sudah saatnya bagian hukum tidak hanya menjadi alat legalisasi, tetapi menjadi aktor strategis dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berkeadilan. Untuk itu, syarat utamanya adalah: taat pada hukum, patuh pada prosedur, serta terbuka terhadap pembaruan demi meraih legitimasi tata kelola pemerintahan yang baik. Semoga.

Ilham Muhammad Yasir adalah Ketua/Divisi Hukum KPU Provinsi Riau 2014–2019 dan 2019–2024, serta sedang menyelesaikan Program Doktor (S3) Ilmu Hukum – Hukum Tata Negara di Universitas Islam Riau.

SINKAP.info | Rls