OPINI, Sinkap.info – Saat kurva jumlah penderita Covid-19 yang tak kunjung melandai dan vaksin yang belum juga ditemukan, pemerintah Indonesia berencana membuka kembali pembatasan akses yang selama ini dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah.
Istilah “new normal” gencar digaungkan dengan maksud mengajak masyarakat untuk menjalani kehidupan baru berdampingan dengan Covid-19. Berbagai fasilitas umum dibuka secara bertahap dengan arahan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Mulai dari tempat usaha, tempat ibadah, sampai dengan sekolah akan kembali dibuka. Jelas terlihat, faktor ekonomi menjadi alasan utama dikeluarkannya kebijakan yang cukup kontroversial ini.
Semakin hari kita menyaksikan wabah Covid-19 makin tidak bisa dilepaskan dari persoalan sistemik, khususnya persoalan kesehatan, ekonomi dan pemerintahan. Dampak Covid-19 pada tiga aspek persoalan ini saja telah membuat penyelesaian wabah menjadi tidak ringan.
Ditambah lagi kebijakan “new normal” diambil oleh pemerintah Indonesia justru saat kurva penularan Covid-19 masih menanjak, belum menunjukkan puncaknya, apalagi penurunan angka penularan. Makin diperburuk lagi dengan kondisi ‘normal lama’ yang tidak akan pernah kembali.
Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan masyarakat justru terkesan tidak mampu menghadapi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh wabah Covid -19.
Kita melihat kebijakan plinplan pemerintah ketika rakyat diminta diam di rumah, tapi bantuan kebutuhan pokok kadang datang kadang hilang. PSBB diberlakukan, tapi bandara dibebaskan. Rumah ibadah minta dikosongkan, tapi mal-mal dibiarkan ramai.
Melawan wabah Covid-19 memang membutuhkan tenaga dan dana yang besar, serta waktu yang panjang. Sementara penguasa hari ini ada untuk menjaga kepentingan pribadi, kelompok dan partainya, serta melanggengkan nilai-nilai sekularisme dan hegemoni kapitalisme global. Berat untuk berharap wabah bisa tertangani secara tuntas dengan model penguasa begini.
Penguasa lebih memilih “berdamai dengan corona” sebagai pilihan “terbaik” di atas ketidakmampuan (baca: ketidakmauan) memberi jalan keluar pada rakyat. Pemerintah berdalih wabah corona adalah wabah global yang tak biasa sehingga kita harus berdamai, bahkan bersahabat dengan corona. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban kebijakan penguasa.
“New normal” atau hidup berdamai dengan Covid-19 ditempuh pemerintah Indonesia untuk mengikuti atau lebih tepatnya ikut-ikutan arahan internasional sebagai jalan keluar menghadapi wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak berlebihan untuk menyebut ditempuhnya “new normal” sebagai kegagalan dunia secara global dan kegagalan pemerintah Indonesia secara lokal dalam menangani wabah Covid-19.
Corona telah memberi kita banyak pelajaran, salah satunya adalah kekuasaan yang tidak berlandas pada akidah Islam hanya akan melahirkan kerusakan (fasad). Bahkan fasad yang luar biasa.
Berbeda jauh dengan kekuasaan yang tegak di atas landasan iman. Kekuasaan Islam terbukti membawa kebaikan bagi seluruh alam. Karena kekuasaan Islam menerapkan sistem hidup yang berasal dari Sang Maha Pencipta Kehidupan. Kekuasaan Islam yang disebut sebagai khilafah, senantiasa menempatkan urusan umat sebagai urusan utama. Harta, kehormatan, akal dan nyawa (kesehatan) rakyatnya dijaga dan dipelihara oleh negara.
Sudah saatnya kita umat Islam kembali pada sistem Islam yang diridhai Allah SWT. Hingga dengan penerapan sistem Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam itu, kita juga meraih predikat sebagai umat terbaik sebagaimana yang telah tertulis dalam Al-Qur’an. Wallahu’alam. []
Biodata Penulis: Oleh: Fatmah Ramadhani Ginting, S.K.M., Aktivis Dakwah Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Alamat: Jalan Anggur Raya Blok L3 No 8, Tapos, Depok
Komentar