OPINI, Sinkap.info – Salah satu upaya Kementerian sosial menghadapi dampak Pandemi Covid-19 yaitu dengan melakukan perluasan Keluarga penerima manfaat PKH, di kabupaten Banggai sendiri ada seribu lebih keluarga penerima baru yang sedang dimutakhiran datanya oleh pendamping PKH saat ini.
Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program Kementerian Sosial RI, pemberian bantuan stimulan berupa uang yang disalurkan secara non tunai pada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH.
Koordinator PKH Kabupaten Banggai, Muhamad Ramdan Bukalang pada awak media menjelaskan bahwa Bantuan PKH adalah jenis bantuan sosial bersyarat, maka yang memenuhi syaratlah yang bisa ter-cover sebagai penerima PKH, sehingga tidak semua warga miskin/prasejahtera bisa dapat bantuan sosial PKH manakala keluarga itu tidak memenuhi syarat.
Apa saja syaratnya?
yang paling pertama adalah Keluarga miskin/prasejahtera tersebut masuk dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) lalu keluar namanya sebagai penerima PKH dan memiliki kategori:
a. Komponen Kesehatan, Ibu hamil dan anak usia dini yakni usia 0 – 6 tahun
b. Komponen Pendidikan, Anak sekolah SD – SMA/sederajat
c. Komponen Kesejahteraan sosial, Lansia usia minimal 70 tahun dan Disabilitas berat (yang karenanya ia membutuhkan bantuan orang lain seperti makan dan mandi)
Selain masuk pada ketentuan diatas, Ketika nantinya keluar namanya, pendamping berkewajiban melakukan validasi namun saat ini validasi dilakukan by system sehingga pendamping langsung melakukan pemutakhiran data dilapangan bahwa KPM tersebut dalam keadaan hidup dan bertempat tinggal sesuai dengan alamat yang terdaftar serta mempunyai minimal 1 dari tiga komponen yang ada di PKH yakni kesehatan, pendidikan dan atau kesejahteraan sosial.
Kita ketahui bersama, bahwa penetapan Kuota perluasan penerima PKH merupakan kewenangan kementerian sosial, selanjutnya dirinya menyampaikan bahwa pendamping sosial PKH itu bukanlah seorang pendata, melainkan hanya pelaksana program yang mendapat data olahan dari pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti dan di verifikasi apakah memang ada orang tersebut dan apakah yang bersangkutan mempunyai komponen yang menjadi syarat mutlak sebagai penerima PKH.
Dirinya juga menjelaskan bila kemudian timbul pertanyaan, jika pendamping PKH bukanlah pendata, dari manakah sumber datanya? bahwa dalam perjalanannya, keluarga kurang mampu yang saat ini ada dalam DTKS, melalui proses data yang sangat panjang,
Dimana pada tahun 2008 dimulai kegiatan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS), lalu pada tahun 2011 Data yang dikumpulkn dalam kegiatan PPLS adalah 40 persen rumah tangga menengah ke bawah. Data hasil dari PPLS kemudian di tahun 2011 oleh BPS diserahkan ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) untuk dilakukan pemeringkatan dan dijadikan sebaga Basis Data Terpadu (BDT) masyarakat kurang mampu.
Tentunya, jika proses lahirnya DTKS hari ini berawal dari tahun 2008 silam, maka bisa kita pastikan datanya sudah pasti banyak kekurangannya dilapangan, ada keluarga yang mungkin ditahun 2008 masih miskin namun seiring perjalanan waktu akhirnya bukan lagi kategori masyarakat kurang mampu ataupun begitu pula sebaliknya. ada yang masih hidup ditahun 2008 sekarang mungkin sudah meninggal, ada yang mungkin 2008 masih tinggal di desa itu namun sekarang sudah pindah. Itulah hal-hal yang bisa saja terjadi dalam rentang waktu 2008 hingga saat ini, mengingat data sosial ekonomi masyarakat kurang mampu sifatnya sangat dinamis sehingga pemutakhiran data semestinya dilakukan secara periodik guna menghindari atau mereduksi adanya inclusion error ataupun exclusion error.
Lebih lanjut, dirinya juga mengemukakan bahwa sejauh ini langkah yang telah dilakukan oleh kementerian sosial agar menjaga keakuratan data dimana pada tahun 2015, data BDT hasil pendataan PPLS 2008 dan 2011 telah dimutakhirkan oleh BPS melalui kegiatan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT), lebih lanjut menurutnya undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dan undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengamanatkan pentingnya peran pemerintah daerah dalam pemutakhiran data kemiskinan.
Bahkan menurutnya hampir setiap akhir tahun sejak 2017 kementerian sosial telah intens mengeluarkan surat ke kabupaten/kota untuk segera melakukan verifikasi dan validasi data dilapangan sebagai acuan data masyarakat kurang mampu ditahun berikutnya.
Sehingga menurutnya, sangat tidak etis jika masalah data ini dilimpahkan sepenuhnya merupakan kesalahan kementerian sosial, padahal atas dasar diatas bahwa seyogyanya Bupati/ Walikota lah yang harus berperan aktif dalam proses verifikasi dan validasi data terpadu diwilayahnya, agar data masyarakat kurang mampu ditiap kabupaten/kota itu up to date setiap tahunnya.
Saya sangat menyayangkan, Bupati Banggai tidak seriusi Verifikasi dan Validasi data masyarakat kurang mampu yang masuk dalam DTKS, sehingga ketika ada perluasan penerima bansos, yang terjadi data-data itu terus yang keluar.
Dirinya juga berharap, para pendamping PKH harus mampu menjelaskan hal ini jika kemudian timbul keluhan di masyarakat maupun pemerintah desa/kelurahan maupun kecamatan terkait persoalan masalah data.
Selain itu, kedepan menurutnya perlu di sediakan anggaran verifikasi dan validasi data seluruh keluarga yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di kabupaten Banggai, mengingat DTKS ini sumber data segala bantuan sosial kedepannya.*
SINKAP.info | Editor: Mkh
Komentar