PEKANBARU, Sinkap.info – Penegakan hukum lingkungan di Indonesia masih tergolong baru terutama dalam penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Menyikapi itu, pakar lingkungan DR.Elviriadi ketika dihubungi Sinkap.info mengusulkan harus ada pembahasan dan inovasi hukum.
“Ya, saya kira secepatnya dibuat telaah hukum agar sesuai dengan perubahan dan cita cita kehidupan masyarakat,” kata Elviriadi mengawali.
Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah itu menganalisis, praktek hukum dalam Karhutla cukup memprihatinkan, harus ada terobosan politik hukum.
“Di negara negara seperti Amerika, Eropa, Jepang dan sebagian Asia sudah lama menggeser Ius Constitutum menjadi Ius Constituendum. Saya kira advokat kita harus memulainya,” beber akademisi yang dikenal vokal itu.
Dr Elviriadi aktif sebagai Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI menilai hukum lingkungan seharusnya dapat menyelamatkan gambut dan lingkungan.
“Riau ini terkenal dengan kekayaan alam, hutan tropis, dan keanekaragaman hayati karena dilalui garis khatulistiwa, tetapi kenapa semuanya musnah?,” ujarnya.
Menurut pakar Lingkungan Elviriadi mengutarakan karena hukum lingkungan kita hampa, gersang, tak ada kritik dan diskursus. UUPPLH itu sudah lebih tegas dari UU No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan LH.
“Seharusnya banyak pencemar dan penjahat lingkungan dijatuhi hukuman. UUPPLH itu memasukkan tanggung jawab perusahaan (corporate crime), delik formil (specific crime) dan hukuman tata tertib (procedural measure), ” beber pengurus LAM Riau itu.
Ketua Departemen Lingkungan ICMI itu menyayangkan pemahaman UU berbasis lingkungan hidup belum dipahami pihak terkait.
“Ujung ujungnya, masyarakat yang harusnya menikmati kesejahteraan karena tertib hukum, justru sengsara dan menjadi korban hukum, tak bual-lah,” pungkas peneliti gambut yang isitqamah gunduli kepala demi nasib hutan.*
SINKAP.info | Editor: MKh
Komentar