MERANTI, SINKAP.info – Festival Perang Air atau Cian Cui di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, telah berkembang menjadi tradisi unik yang menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Sebagai satu-satunya tradisi perang air di Indonesia, festival ini berlangsung selama enam hari berturut-turut, berbeda dengan festival serupa di Thailand yang hanya digelar satu hari.
Tidak hanya menjadi ajang hiburan, festival ini juga berkontribusi terhadap sektor pariwisata dan perekonomian daerah. Selama pelaksanaan, perputaran uang mencapai puluhan miliar rupiah, memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal.
Dalam perayaan ini, warga berkumpul di pinggiran jalan dan berkeliling kota menggunakan becak motor (bentor) serta kendaraan roda tiga Kaisar. Mereka saling menyiram air menggunakan pistol air, gayung, atau kantong plastik berisi air. Peserta dilarang marah saat terkena air, karena hal tersebut menjadi bagian dari keseruan acara.
Festival Cian Cui juga menjadi simbol toleransi dan solidaritas antarumat beragama serta mencerminkan keramahtamahan masyarakat Kepulauan Meranti. Peserta berasal dari berbagai etnis, termasuk Melayu, Tionghoa, Minang, Batak, dan Jawa, yang berpartisipasi dengan penuh kegembiraan.
Tradisi ini bermula dari kebiasaan anak muda yang sebelumnya menggunakan senjata plastik berisi peluru warna-warni saat perayaan hari besar keagamaan. Namun, karena dinilai berbahaya, para orang tua melarang penggunaannya, terutama saat Idulfitri dan Tahun Baru Imlek. Sebagai alternatif, perang air dengan pistol air dipilih sebagai bentuk perayaan yang lebih aman.
Seiring waktu, tradisi ini berkembang menjadi festival tahunan yang rutin digelar saat Tahun Baru Imlek. Awalnya, anak-anak muda menggunakan semprotan salju sebagai amunisi, namun karena harganya yang cukup mahal, mereka beralih ke air. Mereka kemudian membentuk kelompok dan berkeliling kota menggunakan bentor serta kendaraan roda tiga Kaisar untuk saling menyemprot air sebagai bagian dari perayaan.
Pemerintah daerah turut mendukung Festival Perang Air ini, menjadikannya sebagai daya tarik wisata utama. Tidak hanya anak muda, festival ini juga melibatkan orang tua serta berbagai organisasi, termasuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan sektor swasta. Pada hari ketiga festival, kepala daerah secara resmi melepas jalannya acara, yang turut dihadiri wisatawan domestik dan mancanegara.
Festival ini digelar selama enam hari, setiap pukul 16.00 hingga 17.30, di mana peserta berkeliling kota dengan kendaraan roda tiga, membawa pistol air, gayung, dan perlengkapan lainnya untuk saling menyemprot air. Demi kelancaran dan keamanan acara, petugas dari Dinas Perhubungan dan kepolisian turut mengawal jalannya festival.
Dengan semakin berkembangnya Festival Perang Air, diharapkan tradisi ini tetap menjadi bagian dari kearifan lokal yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mempererat hubungan sosial di Kepulauan Meranti.
Komentar