ISI Sumut Telusuri Istana Bahran, Ungkap Jejak Budaya Kesultanan Kotapinang

Labuhan Batu73 Dilihat

LABUHANBATU SELATAN, SINKAP.info – Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Wilayah Sumatera Utara bersama Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah II melakukan kunjungan studi kebudayaan ke reruntuhan Istana Bahran di Kota Pinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Jumat (18/7/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya pelestarian warisan sejarah Kesultanan Kotapinang.

Istana Bahran merupakan peninggalan Kesultanan Kotapinang, salah satu kerajaan Melayu berpengaruh di wilayah pesisir timur Sumatera pada masa lampau. Lokasi reruntuhan berada di Jalan Istana No. 39, Kecamatan Kota Pinang.

Kolaborasi Akademik untuk Pelestarian Budaya

Studi kebudayaan ini bertujuan mendokumentasikan nilai-nilai sosial, budaya, serta struktur kekuasaan kerajaan Melayu yang mulai tergerus zaman. Selain itu, kegiatan ini diharapkan menghasilkan rekomendasi ilmiah sebagai dasar penyusunan kebijakan pelestarian berbasis kearifan lokal.

Turut hadir dalam kegiatan ini sejumlah akademisi dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi, di antaranya Rusdi, M.Sos (Ketua ISI Sumut), Ahmed Fernanda Desky, M.Si (UINSU), Rahman Malik, M.Sos (USU), Camelia Nasution, S.Sos (ISI Sumut), dan Faisal, S.Sos., MM (STAI Panca Budi Perdagangan).

MENARIK DIBACA:  Sambut Kafilah STQH, Bupati Labuhanbatu : Kita Sudah Mengukir Sejarah

Menelusuri Jejak Kemegahan Kesultanan Kotapinang

Istana Bahran dibangun oleh Sultan Tengku Makmur Perkasa Alamsyah, sultan terakhir Kesultanan Kotapinang. Kesultanan ini berakar dari Kerajaan Pinang Awan yang berdiri sejak abad ke-16 dan memiliki hubungan genealogis dengan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.

Awalnya, pusat kerajaan berada di Hotang Mumuk (Pinang Awan), yang kini menjadi bagian dari Desa Bunut, Kecamatan Torgamba. Pemekaran administratif wilayah Labuhanbatu berdampak pada pemisahan kawasan warisan ini dari pusat perhatian pembangunan daerah.

Strategi Pelestarian Berbasis Kajian Ilmiah

Kegiatan studi budaya ini akan berlangsung selama beberapa hari, dengan agenda lanjutan menelusuri situs-situs peninggalan kerajaan Melayu lainnya di Sumatera Utara. Kajian ini dirancang sebagai bahan pertimbangan akademik untuk pengambilan kebijakan pelestarian oleh pemerintah daerah maupun pusat.

“Ini bukan sekadar ziarah sejarah, tapi langkah strategis membangun identitas budaya nasional yang bersumber dari nilai-nilai lokal,” ujar Rusdi, Ketua ISI Sumut.

MENARIK DIBACA:  Drainase Dibersihkan, Rantauprapat Perkuat Sistem Antisipasi Banjir

Dukungan dari Pemerintah Daerah

Azhar Ramadhani Tarigan, S.ST., M.T, pejabat fungsional pengawas lingkungan hidup dari Pemkab Labuhanbatu Selatan, menyambut baik inisiatif ini.

“Langkah ini sangat penting dalam menghidupkan kembali ingatan kolektif masyarakat terhadap warisan sejarah. Pemkab siap mendukung pelestarian yang berbasis riset,” katanya.

Sementara itu, Heri Isworo, S.Sos., M.SP, ASN Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan Labuhanbatu Selatan sekaligus alumnus Sosiologi USU, menyoroti potensi ekonomi situs sejarah tersebut.

“Dengan pengelolaan yang tepat, Istana Bahran bisa menjadi destinasi wisata budaya yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Sayangnya, sejak pemekaran, situs ini belum pernah tersentuh serius oleh pemerintah daerah,” ujarnya.

Dari Reruntuhan Menuju Relevansi

Melalui pendekatan ilmiah dan kolaboratif, ISI Sumut berharap peninggalan sejarah Kesultanan Kotapinang tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi juga sumber inspirasi dalam pembangunan budaya dan sosial di masa kini.