SELATPANJANG, SINKAP.info – Eramzi (58), warga Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang sebelumnya divonis 1,6 tahun penjara atas tuduhan pencurian batang sagu, kini melapor balik ke Polda Riau terkait dugaan pemalsuan surat. Laporan tersebut diajukan bersama penasihat hukumnya, Herman, S.H, pada Selasa (4/2/2025) terkait pemalsuan tanda tangan pada Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) Nomor: 07/PPAT/2000 yang diterbitkan pada 29 Februari 2000.
Menurut keterangan Eramzi dan Herman, peristiwa ini bermula pada 7 Juli 2019, ketika Eramzi menyuruh buruh untuk memanen batang sagu di kebun miliknya yang seluas sekitar 23 hektar. Namun, Her alias Aguan yang berada di lokasi tersebut menghentikan pemanenan dengan alasan bahwa tanah kebun sagu tersebut adalah miliknya.
Pada 28 Agustus 2019, Her alias Aguan melapor ke polisi dengan Laporan Polisi Nomor: LP/69/VIII/2019/RES KEP. MERANTI, dengan tuduhan tindak pidana pemalsuan surat dan percobaan pencurian batang sagu. Eramzi kemudian diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka, meskipun ia membantah tuduhan tersebut.
“Saya dituduh mencuri batang sagu di kebun saya sendiri dan memalsukan surat yang bukan saya buat. Surat itu dikeluarkan oleh seseorang berinisial S, yang saat ini statusnya DPO. Anehnya, sampai sekarang dia belum ditangkap,” ujar Eramzi dalam keterangan resmi yang diterima GoRiau.com, Minggu (16/3/2025).
Eramzi mengungkapkan bahwa saat diperiksa, ia meminta kepada penyidik untuk menunjukkan surat yang menyatakan bahwa kebun sagu tersebut milik Her alias Aguan. Penyidik kemudian memperlihatkan SKGR yang tertera nama Eramzi sebagai penjual dan Her alias Aguan sebagai pembeli. Eramzi merasa terkejut karena ia tidak pernah menjual kebun sagu tersebut kepada Aguan dan mengaku bahwa tanda tangannya telah dipalsukan.
“Ini adalah pemalsuan tanda tangan saya. Saya meminta salinan surat itu, namun tidak diberikan oleh penyidik,” kata Eramzi.
Setelah beberapa kali mediasi yang gagal dengan Aguan, laporan tersebut akhirnya berlanjut ke persidangan. Pada 2022, Eramzi divonis 1 tahun 6 bulan penjara atas tuduhan percobaan pencurian dan pemalsuan surat.
Penasihat hukum Eramzi, Herman, S.H, mengungkapkan bahwa berdasarkan penyelidikan terhadap berkas perkara, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya transaksi jual beli tanah antara Eramzi dan Aguan. Namun, SKGR yang digunakan sebagai alat bukti di persidangan mencatatkan Eramzi sebagai penjual dan Aguan sebagai pembeli, yang menurut Herman menunjukkan adanya tindak pidana pemalsuan.
“Harusnya, Aguan yang menggunakan SKGR ini sebagai bukti kepemilikan, diproses hukum sesuai dengan Pasal 263 ayat (2) KUHP karena telah memalsukan dokumen,” ungkap Herman.
Eramzi dan penasihat hukumnya pun berharap agar laporan mereka mendapat perhatian dari Kapolda Riau yang baru dilantik. Mereka merasa ada diskriminasi dalam penanganan perkara ini. Herman menegaskan bahwa setiap warga negara harus diperlakukan setara di hadapan hukum tanpa memandang status sosial atau ekonomi.
“Harapan kami, laporan klien kami dapat segera ditindaklanjuti. Hukum harus ditegakkan tanpa diskriminasi, sesuai dengan perintah Kapolri untuk menangani kasus secara responsif,” tutup Herman.