JAKARTA, SINKAP.info – Para peritel terpaksa menjual komoditas bahan pokok seperti beras, gula, dan minyak goreng di atas harga eceran tertinggi (HET) serta harga acuan lainnya. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan hal ini disebabkan karena mendapat harga yang tinggi dari produsen.
“Faktanya saat ini kami tidak ada pilihan dan harus membeli dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal, bagaimana mungkin kami menjual dengan HET,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey dikutip Okefinance, Senin (12/2/2024).
Berdasarkan penjelasan Roy, wewenang untuk mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan oleh produsen bahan pokok tidak dimiliki oleh Aprindo.
“Para produsen telah menaikkan harga beli (tebus) sebesar 20%-35% di atas HET sejak sepekan terakhir, sehingga peritel juga harus menaikkan harga jual,” ujarnya.
Sebagai sektor hulu, para produsen akan menetapkan harga. Selanjutnya, melalui jaringan distribusi akan mengalir kepada peritel di sektor hilir, kemudian masyarakat pada gerai ritel modern akan membeli atau berbelanja.
Kenaikan harga dari produsen dapat menyebabkan kekosongan atau kelangkaan bahan pokok di gerai ritel modern Indonesia.
Roy menjelaskan bahwa panic buying atau pembelian secara berlebihan karena takut kekurangan stok dapat terjadi sebab efek kelangkaan yang terjadi di kemudian hari.
Masa panen diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Maret 2024, sehingga menyebabkan keterbatasan. Peritel saat ini disebut mulai kesulitan mendapatkan suplai beras untuk tipe premium lokal kemasan 5 kilogram.
Blum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor pemerintah juga menjadi penyebab kelangkaan dan tingginya harga beras.
“Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara suplai dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern dan pasar rakyat,” kata Roy.
Aprindo pun meminta pemerintah untuk merelaksasi HET dan harga acuan lainnya agar peritel dapat membeli bahan pokok dari produsen.
Komentar