PADANG, SINKAP.info – Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa perdagangan rempah berperan besar dalam pembentukan masyarakat majemuk dan identitas sosial Kota Padang. Temuan ini merupakan hasil penelitian dalam Program Budaya Berkelanjutan yang berlangsung pada 25 Juni hingga 4 Juli 2025 di kawasan Kota Tua Padang, Sumatera Barat.
Penelitian bertajuk “Perdagangan Rempah dan Terbentuknya Masyarakat Majemuk di Kota Padang” ini dipimpin oleh Iim Imadudin, S.S., M.Hum. dari Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN. Ia bersama tim peneliti dari BRIN, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Andalas menelusuri jejak perdagangan masa lalu yang membentuk keberagaman etnis dan budaya di Kota Padang.
Kawasan Kota Tua sebagai Pusat Interaksi Budaya
Kawasan Kota Tua Padang, yang mencakup Kecamatan Padang Barat dan Padang Selatan, dulunya menjadi pusat perdagangan strategis di tepi Sungai Batang Arau. Penelitian mengungkap bahwa wilayah ini menjadi titik temu berbagai kelompok etnis, seperti Minangkabau, Nias, Tionghoa, India, Eropa, dan Jawa.
“Perdagangan rempah bukan hanya membawa komoditas ekonomi, tapi juga menciptakan interaksi budaya yang kompleks. Identitas Kota Padang dibentuk dari akumulasi sejarah tersebut,” jelas Iim Imadudin dalam konferensi pers, Senin (7/7/2025).
Temuan Artefak dan Budaya Material
Melalui pendekatan etnoarkeologi, tim peneliti menemukan berbagai artefak yang mencerminkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat masa lalu. Di antaranya adalah peralatan rumah tangga, alat musik, patung dewa, perlengkapan sembahyang, koin kuno, paspor tahun 1926, bukti pembayaran pajak 1921, dan manuskrip tua.
Sebagian besar artefak masih disimpan warga sebagai warisan keluarga, menunjukkan keterikatan masyarakat terhadap sejarah lokal. Bangunan tua peninggalan kolonial seperti rumah ibadah, gudang, dan kantor perdagangan juga menggambarkan arsitektur khas dari masing-masing etnis.
Kota Padang: Simbol Toleransi dan Multikulturalisme
Penelitian menyimpulkan bahwa pluralitas etnik di Kota Padang telah berkembang menjadi bentuk multikulturalisme yang harmonis. Kota ini menjadi contoh persemaian toleransi sosial yang terbangun secara organik melalui interaksi panjang lintas etnik.
“Transformasi dari pluralitas ke multikulturalitas di Padang terjadi karena adanya dialog sosial, pendidikan lintas budaya, dan kesadaran kolektif untuk hidup berdampingan,” kata Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan, peneliti dari Universitas Andalas.
Pentingnya Pelestarian Kota Tua Padang
Dalam diskusi bersama tokoh masyarakat, akademisi, dan pemangku kebijakan, OR Arbastra BRIN menekankan perlunya pelestarian sejarah dan budaya Kota Tua Padang. Pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat dinilai krusial agar warisan budaya tidak hilang oleh modernisasi.
“Kota Tua Padang adalah ruang hidup yang menyimpan narasi sejarah penting. Melindunginya berarti menjaga identitas sosial dan budaya bangsa,” tambah Dra. Zusneli Zubir dari Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban BRIN.
BRIN berharap riset ini tidak hanya memperkuat literasi sejarah masyarakat, tetapi juga mendorong upaya pelestarian dan pengembangan kawasan Kota Tua Padang sebagai situs budaya nasional yang merepresentasikan keberagaman Indonesia.