PEKANBARU, SINKAP.info – Masyarakat provinsi Riau khususnya mahasiswa dihebohkan dengan berita vonis bebas terhadap dosen FISIP UNRI dugaan kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi. Putusan tersebut dibacakan, Rabu (30/03) pukul 10.00 WIB oleh majelis hakim di ruangan Prof Oemar Adji jalan Teratai Pekanbaru, Riau.
Putusan hakim yang dibacakan oleh ketua majelis Estiono tersebut dengan alasan terduga pelaku tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider. Sementara dari pihak pengacara korban menilai bahwa pertimbangan hakim menilai tuntutan jaksa tidak terbukti karena kekurangan saksi.
Menanggapi putusan vonis bebas, Alpin Jarkasi Husein Harahap Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Provinsi Riau menilai bahwa vonis yang dilakukan oleh majelis hakim sangat tidak berkeadilan dan tidak sedikitpun memuat azas perspektif korban.
“Seseorang harus berpikir seakan-akan menjadi korban yang menderita, sakit, dan mungkin tidak paham akan sebuah pertanyaan karena masih anak-anak. Kemudian dalil (aturan dan atau dasar) vonis yang digunakan oleh hakim terlalu kaku, administratif hingga tekstual.” ujar Alpin kepada media ini, Jumat (01/03).
Menurut Ketua DPD IMM Provinsi Riau, hakikatnya hakim harus tunduk pada 10 prinsip-prinsip dasar kode etik dan pedoman perilaku hakim, yakni: (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi, (6) Bertangung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional.
Muncul pertanyaan, Alpin mempersoalkan, Etika dan Pedoman Perilaku mana yang dapat kita jadikan sebagai argumentasi untuk melegitimasi vonis majelis hakim pengadilan tersebut?
“Dari vonis yang dilakukan hakim tersebut justru akan merusak nama baik “terduga” dan pastinya akan merusak citra dunia pendidikan khususnya Perguruan Tinggi Negeri di kota Pekanbaru tersebut. Bagaimana tidak? Pecah tangis mahasiswi berinsial LM tersebut akan membekas dalam sejarah dunia Pendidikan, bahwa ketidakadilan dan perilaku pelecehan terhadap mahasiswa dan wanita dilindungi oleh oknum birokrat kampus atas dasar menjaga nama baik kampus,” tegas Alpin tampak kecewa.
Alpin Harahap menyimpulkan, Implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi Gagal total.
Dikatakannya, Peraturan tersebut dibuat atas dasar untuk melindungi Mahasiswa dari Kekerasan Seksual, mengoptimalkan Penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi, mencegah dan menangani Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Sementara yang terjadi, ungkap Alpin, justru terduga pelaku di vonis bebas dengan alasan tidak ada bukti kekerasan dan pengancaman.
“Aneh bin ajaib, niat tindakan (perbuatan) kekerasan seksual itu tidak mungkin dilakukan di pasar (tempat keramaian) karena kalau dilakukan ditempat ramai itu namanya kuliah umum, BUKAN PENCABULAN! Masuk akal bila tidak ada bukti pada kejadian ini,” tukasnya.
Sebagai Pimpinan tertinggi di Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah Riau, Alpin Harahap merasakan jeritan kampus dengan isak tangis kekecewaan karena telah di khianati oleh intelektual berseragam (birokrat).
“Hakikat dari visi kampus dihadirkan untuk membebaskan bangsa ini dari belenggu kebodohan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan tempat predator (kekerasan seksual) berkeliaran dan mencari mangsa,” beber Alpin.
“Saya Alpin Jarkasi Husein Harahap Ketua DPD IMM Provinsi Riau siap berdiskusi dan berdebat dengan siapapun terkait dengan vonis tersebut, atas nama kejujuran dan keadilan! Bukan untuk gagah-gagahan apalagi gimmick semata,” tegasnya lagi.
Terakhir, Ketua DPD IMM Riau berharap agar kampus menjadi tempat yang nyaman, ramah, demokratis (freedom of speech and freedom of espression) serta menjadi tempat perlindungan mahasiswa/i terhadap perilaku yang tidak beradab atas kekerasan seksual. Karena Ketika mahasiswa nyaman, dan merasa terlindungi ia juga akan lebih giat belajar untuk mewujudkan manusia yang beradab dan berkeadilan.
SINKAP.info | Laporan: M Hafizan