KUT Kembali Perkuat Bukti Maladministratif Penerbitan HGU dan SHGU PT GLP

Labuhan Batu152 Dilihat

LABUHANBATU, SINKAP.infoSetelah pada sidang sebelumnya membuktikan dugaan adanya Maladministratif Penerbitan Izin Kelompok Tani Hutan (KTH) Karya Prima Leidong Sejahtera (KPLS) Di Desa Air Hitam Kabupaten Labuhanbatu Utara, pada sidang ke-24 yang digelar pada tanggal 05/04 , Kelompok Usaha Tani (KUT) Sumber Rezeki kembali memperkuat dalil-dalil gugatannya dengan memperkuat bukti dugaan adanya Maladministratif Penerbitan HGU dan SHGU PT Grahadura Leidong Prima (GLP), yang berada di Desa Sukarame Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Pada sidang tersebut, Majelis Hakim yang bersidang memberikan kesempatan terakhir kepada KUT Sumber Rezeki, untuk menghadirkan saksi-saksi guna membuktikan dalil-dalil gugatannya.

Saksi-saksi yang dihadirkan KUT Sumber Rezeki memberikan keterangan, bahwa terdapat perbedaan antara lokasi faktual dengan lokasi yang terdapat pada HGU dan SHGU PT GLP. Lokasi faktual PT GLP mayoritas berada di Desa Sonomartani dan Desa Air Hitam sedangkan lokasi pada HGU dan SHGU PT GLP terletak di Desa Sukarame dan atau Sukarame Baru.

Tidak hanya pada sidang ke 24 kemarin, pada sidang-sidang sebelumnya KUT Sumber Rezeki juga telah menghadirkan saksi-saksi. Terhitung 5 dari 8 saksi yang dihadirkan, memberikan keterangan yang pada pokoknya memperkuat dugaan adanya Maladministratif Penerbitan HGU dan SHGU PT GLP.

Tidak main-main, dari lima saksi yang menerangkan adanya maladministratif tersebut, 3 diantaranya merupakan mantan karyawan PT GLP yang dulunya meduduki jabatan strategis di PT GLP, yang masih menguasai sejumlah permasalahan di PT GLP, termasuk di antaranya yang dipermasalahkan adalah mengenai titik-titik batas areal perkebunan PT GLP. Sisanya adalah penduduk asli Desa Air Hitam, dan Mantan Kepala Desa Rawasari. Dihadirkannya kepada mantan Desa Rawasari pada persidagan tersebut, karena letak Desa Rawasari, berbatasan langsung dengan Lokasi Faktual PT GLP.

“Patut diduga bahwa PT GLP telah beroperasi secara ilegal sejak tahun 1997, dimana terdapat maladministratif dalam penerbitan HGU dan SHGU PT GLP. Letaknya ada pada perbedaan antara lokasi faktual lahan perkebunan yang diusahai dan dikuasai oleh PT Grahdura dengan lokasi yang tertera pada HGU dan SHGU yang diterbitkan,” tutur Ghamal Siregar, selaku Penasehat Hukum PT KUT Sumber Rezeki.

Selain itu, Mantan Manager di beberapa Cabang PT PNM Mandiri di wilayah Sumut tersebut menjelaskan, bahwa siapa saja dapat mengecek informasi perbedaan tersebut, dengan melihat dan membandingkan antara Peta Kerja PT GLP dengan beberapa peta resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah, seperti Peta RT RW Wilayah Kabupaten Labura sesuai dengan Perda Labura nomor 5 tahun 2015, Peta Kabupaten Labuhanbatu sebelum pemekaran, dan Peta Rupa Bumi Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Sruvey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) tahun 1982.

MENARIK DIBACA:  Hadiri Wisuda Tahfiz Qur'an, Bupati Erik Dukung Penuh Program Tahfiz Qur'an di Labuhanbatu

Ghamal Siregar menambahkan bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, patut diduga ada keterlibatan sejumlah oknum pejabat dari pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu Utara sebelumnya, ataupun oknum lainnya, yang telah “mengamankan” PT GLP ataupun PT SLJ dari jerat hukum. Karena itu, sejumlah oknum tersebut telah dijadikan Tergugat dalam perkara a quo.

Senada dengan Penasehat Hukumnya, Asril Nasution menyesalkan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara maupun DPRD Labuhanbatu Utara, yang terkesan “menutup mata” dengan adanya konflik yang berkepanjangan di lahan objek perkara. Mereka terkesan berlindung di balik SK Menteri Kehutanan No 44 tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara. Namun tetap membiarkan PT GLP dan PT SLJ tetap beroperasi hingga saat ini. Padahal, menurut Peta Rupa Bumi Indonesia lembar nomor 0718 dan nomor 0718-52, yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANALtahun 1986 dan 1982, dan Perda TK II Labuhanbatu Nomor 6 tahun 1997 tentang RT RW Labuhanbatu Kabupaten Labuhanbatu dan Perda TK I Sumatera Utara nomor 4 tahun 1993 tentang RT RW  Propinsi Dati I Sumatera Utara, lahan objek perkara berada di daerah rawa-rawa, bukan berada di kawasan hutan.

“Siapa saja dapat mengecek adanya Maladministratif penerbitan izin kedua perusahan besar tersebut. Apalagi di era Teknologi Informasi dan Komunikasi pada saat ini, semuanya bisa terungkap. Karena itu, Tim kami selalu bekerja, siang dan malam, mencari informasi dan data-data yang memperkuat dugaan kami tentang adanya maladministratif penerbitan izin, untuk kedua perusahaan yang beroperasi di areal lahan, yang seharusnya dapat kami kuasai dan usahai tersebut,” ujar Asril Nasution, seorang Pendekar Silat yang pernah menjadi Pelatih Anggota POLRES ASAHAN tahun 1990-an.

Di lain sisi, Asril Nasution juga merasa kasihan terhadap PT GLP di bawah anak Perusahaan BSP, yang diduga telah menjadi korban penipuan pemilik PT GLP dan PT SLJ sebelumnya, yaitu Djohan alias Ching Kun, yang jamak diketahui dulu memiliki plat nomor kendaraan BK 16 CK. Johan telah menjual seratus persen saham PT GLP kepada pihak Bakrie pada tahun 2008. Sayangnya, sebelum melakukan pembelian, Pihak Bakrie tidak mengecek dan mengkaji lebih jauh terkait kesesuaian antara lokasi faktual dengan lokasi yang tertera pada HGU dan SHGU PT GLP.

MENARIK DIBACA:  Plt. Bupati Labuhanbatu Hadiri Wisuda ke-XXVI Universitas Labuhanbatu, Dorong Lulusan Berkontribusi Bagi Bangsa

“Dalam HGU dan SHGU PT GLP, dijelaskan letak lokasinya berada di Desa Sukarame, namun lokasi faktual atau senyatanya, mayoritas berada di Desa Sonomartani dan Desa Air Hitam. Adanya ketidaksesuaian tersebut, menyebabkan perkebunan PT Grahadura sejak dulu sering dilaporkan dan dinyatakan sebagai perkebunan yang ilegal. Kalau tidak percaya, coba saja cari beritanya di internet,” tutur Asril Nasution, Ketua KUT Sumber Rezeki tersebut.

Dari sejak awal persidangan pada tanggal 13 April 2021 sampai dengan persidangan yang ke-24 lalu, Majelis Hakim yang mengadili perkara yang diajukan oleh Asril Nasution dengan nomor 26/Pdt.G/2021/PN Rap, sangat berhati-hati dalam memeriksa tersebut. Walau demikian, Majelis Hakim tersebut selalu menawarkan alternatif perdamaian. Berdasarkan keterangan dari Asril Nasution, pihak-pihak yang didudukkan sebagai para Tergugat dan para Turut pada perkara tersebut, selalu menutup diri, dan selalu merasa di pihak yang paling benar.

KUT Sumber Rezeki sebagai pihak Penggugat, selalu membuka diri untuk berdamai. Sampai saat ini, anggota KUT Sumber Rezeki masih mengharapkan DPRD Labura ataupun Bupati Labura bersedia menjadi Mediator dalam permasalahan sengketa lahan ini.

Sidang selanjutnya diagendakan pada tanggal 12 April 2022 yang akan datang, dengan agenda sidang pemeriksaan saksi dari PT GLP. Masih ada beberapa proses persidangan lagi yang harus dijalani sebelum pembacaan putusan. Asril Nasution yang bertindak sebagai Penggugat berharap Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut dapat mengabulkan seluruh tuntutan yang ada dalam surat gugatannya. Sementara Para Tergugat dan Turut Tergugat, berharap agar GPK KUT Sumber Rezeki dapat ditolak.

SINKAP.info | Laporan: Jalaluddin Nst