MERANTI, Sinkap.info – Jembatan panjang untuk destinasi wisata yang berada di hutan Mangrove Desa Sesap, Kecamatan Tebingtinggi baru saja diresmikan, jembatan yang diberi nama Saka Raja itu sudah dibuka untuk umum, Kamis (27/8) pagi.
Peresmian dilakukan langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kepulauan Meranti, Rizki Hidayat SSTP MSi didampingi Camat Tebing Tinggi, Rayan Pribadi SH, turut juga dihadiri Kepala Seksi Pariwisata, staf kecamatan dan seluruh Lurah dan kepala desa di Kecamatan Tebing Tinggi.
Kepala Desa Sesap, Jumhari mengaku sangat bersyukur sekali bahwa di desanya sudah ada destinasi wisata yang bisa memanjakan para pengunjung. Dikatakan hal itu tidak terlepas dari kerjasama pihak desa dan masyarakat setempat serta dibantu para pendamping desa.
“Ini tidak terlepas dari kerjasama kita bersama, sehingga apa yang kita inginkan menjadi terwujud seperti saat ini. Sementara itu jika ada kekurangan di sana-sini, kami minta masukan dalam rangka penyempurnaan, sehingga dengan hadirnya jembatan Saka Raja ini makin menambah tempat wisata di Kepulauan Meranti,” kata Jumhari.
Sementara itu, tokoh masyarakat Desa Sesap, Tauhid Isro menceritakan asal usul terkait penanaman Jembatan Saka Raja. Dia mengatakan nama itu diambil dari nama sebuah jalan di Desa Sesap. Selain itu nama tersebut juga merupakan sebuah nama anak sungai di Sungai Suir yang merupakan urat nadi bagi masyarakat Desa Sesap.
“Saka Raja diambil dari nama salah satu jalan di Desa Sesap. Selain itu nama Saka Raja juga merupakan nama anak sungai di Sungai Suir yang berada diantara Sungai Datu dan Sungai Temaran,” kata Tauhid Isro.
Tauhid juga mengataka di jembatan itu juga dimunculkan ornamen yang identik dengan Suku Akit sebagai salah satu suku mayoritas mendiami desa tersebut.
“Di jembatan itu ada semacam posko dengan ornamen yang unik dan itulah yang dinamakan Balai Semulih. Dimana balai itu digunakan sebagai tempat untuk menyelesaikan masalah. Kedepannya akan kita munculkan ornamen lainnya seperti Balai Seksa, Balai Tekena, Balai Ancak dan lain sebagainya. Sementara itu kenapa jembatan ini menggunakan kayu bulat, hal itu dimaksudkan menggunakan hasil alam yang tersedia, selain itu rumah warga disini juga banyak menggunakan kayu bulat,” ungkap Tauhid.
Kedepannya, pihak pengelola akan membukukan sejarah Suku Akit serta apa saja yang berkaitan dengan apa saja mengenai suku tersebut.
“Kedepannya kami akan menceritakan apa saja mengenai Suku Akit dalam bentuk buku agar para pengunjung bisa mempelajari dan memahami apa saja istilah yang selama ini dianggap asing,” ungkapnya lagi.
Camat Tebing Tinggi, Rayan Pribadi SH dalam sambutannya menginginkan destinasi wisata tersebut menampilkan sesuatu yang identik dengan budaya suku Akit sebagai salah satu suku yang dominan di desa tersebut.
“Karena disini identik dengan Suku Akit, harapan kami kepada Pokdarwis untuk mengelola potensi Suku Akit yang ada disini sebagai sesuatu yang berbeda dengan objek wisata yang ada di tempat lain. Kita harus bisa memanfaatkan potensi Suku Akit disini sebagai sesuatu yang membanggakan seperti tariannya dan tradisi lainnya. Lebih tepat dikatakan yang ditampilkan itu budayanya bukan mangrove nya,” kata Rayan.
Dengan adanya Jembatan Saka Raja ini, Rayan mengatakan bertambah pula destinasi wisata di Kecamatan Tebingtinggi.
“Setelah ada Jembatan Pelangi di Desa Banglas, RTH LAMR di Dorak, kini ada lagi Jembatan Saka Raja, tentu ini menambah daftar destinasi wisata di Kecamatan Tebing Tinggi,” ujarnya.
Kedepannya Rayan juga berharap akses jalan menuju destinasi wisata Jembatan Saka Raja ini diperbaiki, karena kondisinya saat ini sangat memprihatinkan, dimana masih berupa jalan tanah.
“Kami juga mendorong kepala dinas untuk mendorong akses jalan ini diperbaiki dengan penimbunan base pada tahun 2021. Jika tidak kami sangat khawatir jika jalan ini diguyur hujan maka akan membuat tanah liatnya menempel di ban sepeda motor sehingga bisa dibayangkan ini sangat menyulitkan. Karena jika sudah begitu destinasi ini tidak akan dikunjungi orang sehingga tidak akan menjadi incumbe bagi daerah dan menjadi bangunan yang sia-sia dan terkesan mubazir,” ujar Rayan.
Rayan juga mengingatkan kepada pengelola untuk melengkapi destinasi pariwisata ini dengan fasilitas tempat makan dengan memberdayakan masyarakat setempat.
“Satu lagi yang perlu diperhatikan yakni tempat makan, dimana sebagai salah satu destinasi wisata, pengunjung mungkin ingin mencicipi kuliner atau sedang lapar setelah berkunjung kesini. Pokdarwis perlu memikirkan hal ini dan perlu diingat harus memberdayakan masyarakat tempatan,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kepulauan Meranti, Rizki Hidayat SSTP MSi mengatakan dari sisi penamaan, jembatan tersebut sudah memiliki nilai jual, dimana nama tersebut dinilai unik sehingga membuat orang menjadi tertarik untuk berkunjung.
“Nama yang diberikan ini sangatlah menarik dan mempunyai nilai jual, sehingga membuat orang penasaran dan tertarik untuk berkunjung kesini,” kata Rizki.
Dikatakannya, masyarakat serta pihak yang terlibat di hutan manggrove ini, agar memberikan kenyamanan kepada setiap pengunjung destinasi wisata tersebut.
“Pihak yang ada di destinasi wisata manggrove ini adalah seperti marketing pariwisata. Jadi, jasa pariwisata yang dijual, dan orang akan mau membeli apabila kualitasnya baik serta mereka merasa puas. Namun sebaliknya, apabila pengunjung tidak merasakan kepuasan saat berada di hutan manggrove itu, maka mereka tidak akan mau datang lagi ke destinasi mangrove ini,” ujarnya.
Penjualan destinasi wisata ini tergantung cara dan bagaimana masyarakat bisa mempromosikannya.
Dengan adanya kunjungan wisatawan luar daerah, otomatis juga akan menjadi sarana promosi gratis, karena saat mereka puas, tentunya akan memberitahukannya kepada orang lain lagi.
“Ada banyak cara untuk menjual dan memperkenalkan destinasi wisata kita. Karena saat ini tersedia berbagai macam media sosial yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk berpromosi dan tugas kami salah satunya adalah mempromosikan destinasi pariwisata yang ada di setiap daerah di Kepulauan Meranti,” ungkap Rizky.
Dikatakan Rizki, pembangunan destinasi pariwisata sejalan dengan program pemerintah pusat. Dimana untuk menambahkan pendapatan negara tidak lagi mengandalkan sektor Migas, melainkan sektor pariwisata.
“Saat ini negara kita tidak lagi berharap banyak terhadap sektor Migas yang selama ini menjadi andalan pendapatan, namun beralih ke sektor pariwisata. Kalau sektor Migas yang kaya itu perusahaan, dan jika sektor pariwisata yang diuntungkan itu masyarakatnya. Dengan adanya destinasi pariwisata, ekonomi masyarakat bisa bangkit, dimana setiap destinasi pariwisata masyarakat bisa menjual berbagai macam kerajinan. Tentunya setiap pengunjung pasti akan mencari apa yang menjadi keunikan tempat yang dikunjunginya sebagai buah tangan,” jelasnya.
Rizki juga menjelaskan konsep pariwisata yang sesungguhnya, dimana masyarakat tempatan harus bisa menerima kedatangan wisatawan dari luar daerah.
“Berbicara konsep pariwisata itu adalah bagaimana kita bisa mengajak orang masuk kesini. Perlu diingat dan diperhatikan agar destinasi pariwisata bisa maju, masyarakat Desa Sesap harus mau menerima orang datang ke sini dan jangan pernah alergi menerima tamu dari luar. Tentunya wisatawan yang datang kesini maunya aman dan nyaman, dan yang paling penting membangkitkan ekonomi, masyarakat harus menciptakan inovasi dan kreativitas yang bisa dijual,” pungkas Rizki.
Untuk diketahui, Jembatan Saka Raja Desa Sesap ini panjangnya mencapai 200 meter dibangun pada tahun ini menggunakan dana desa dengan anggaran Rp290.927.000. (ali)
SINKAP.info | Rls
Komentar