Hutang Pemerintah RI Era Jokowi-JK Naik Rp. 1.000 T, Luhut katakan: Masih Kecil

Ekonomi1231 Dilihat

JAKARTA, Sinkap.info – Akhir Mei 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.672,33 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp 4,92 triliun, dibandingkan jumlah di April 2017 yang sebesar Rp 3.667,41 triliun. Dalam denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah pusat di Mei 2017 adalah US$ 275,68 miliar, naik tipis dari posisi akhir April 2017 yang sebesar US$ 275,19 miliar.

Sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN). Sampai Mei 2017, nilai penerbitan SBN mencapai Rp 2.943,73 triliun, naik dari akhir April 2017 yang sebesar Rp 2.932,69 triliun. Sementara itu, pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp 728,6 triliun, turun dari April 2017 sebesar Rp 734,71 triliun. Demikian dikutip dari data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Selasa (27/6/2017).

Berikut perkembangan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 2000:

  • 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)
  • 2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
  • 2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)
  • 2003: Rp 1.232,5 triliun (61%)
  • 2004: Rp 1.299,5 triliun (57%)
  • 2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
  • 2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
  • 2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
  • 2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
  • 2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
  • 2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
  • 2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
  • 2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
  • 2013: Rp 2.371,39 triliun (28,7%)
  • 2014: Rp 2.604,93 triliun (25,9%)
  • 2015: Rp 3.098,64 triliun (26,8%)
  • 2016: Rp 3.466,96 triliun (27,9%)

Posisi utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 3.672,33 triliun hingga Mei 2017. Dalam 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK, utang sudah bertambah sekitar Rp 1.000 triliun lebih.

Meski demikian, Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, memastikan jumlah utang Indonesia masih aman. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih 27,5%.

Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Thailand yang jumlah utangnya sudah 40% dari PDB, Amerika Serikat (AS) yang  mencapai 100% PDB, atau Jepang yang sudah 200% dari PDB, rasio utang Indonesia masih tergolong kecil.

“Kita punya utang masih tergolong sangat kecil dibanding negara lain, 27,5% dibanding PDB,” kata Luhut, dalam pembukaan Kongres Teknologi Nasional di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (17/7/2017). Ia menambahkan, utang-utang yang diambil pemerintah digunakan untuk sektor produktif, mayoritas untuk proyek infrastruktur. Luhut mencontohkan, utang untuk proyek Light Rail Transit (LRT) yang diyakini bakal terbayar karena proyek infrastruktur itu menghasilkan uang juga.

“Semua pinjaman kita return-nya bagus, misalnya LRT, itu dia bisa bayar sendiri. IRR-nya (Internal Rate Return) bisa 12%, bisa menservis dirinya sendiri, bayar pakai cash flow-nya sendiri,” ucapnya.

Ia menambahkan, utang adalah hal yang wajar dalam pembangunan. Tak semua proyek bisa didanai sendiri oleh negara, harus ada utang. Sama saja seperti pengusaha yang butuh utang untuk memperbesar usaha. “Sekarang pertanyaannya, utang itu perlu enggak? Kalau anda pedagang, bisa enggak semua pakai equity?” tanya Luhut.

Ia meminta jangan ada pihak-pihak yang membelokkan informasi, membuat fitnah atau hoax untuk menjelek-jelekkan pemerintah dengan mengatakan jumlah utang Indonesia sudah terlalu besar, utang diambil untuk kepentingan asing, dan sebagainya.(admin)

Sumber: detik.com

Komentar