TAPANULI SELATAN, SINKAP.info — Dugaan ketidakadilan hukum mencuat di Kabupaten Tapanuli Selatan setelah empat warga Batunadua, Kota Padangsidimpuan, yakni AH (50) beserta tiga anaknya RH (27), PEH (23), dan AAH (24), ditahan oleh Polres Tapanuli Selatan. Mereka dijerat dalam kasus dugaan penganiayaan bersama berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/32/I/2025/SPKT/POLRES TAPSEL/POLDA SUMUT atas nama pelapor M.I.A. Batubara.
Di balik proses hukum tersebut, keluarga sederhana itu mengaku hanya sedang berjuang mencari nafkah ketika peristiwa yang menjerat mereka terjadi. Penahanan ini pun menuai perhatian publik dan memunculkan tudingan adanya ketimpangan dalam penegakan hukum di daerah tersebut.
Kuasa Hukum Ajukan Praperadilan
Tim kuasa hukum dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Anak Bangsa Tabagsel yang terdiri dari RHa Hasibuan, S.H., M. Oloan Daulay, S.H., dan Habib Lutfi Siregar, S.H., telah mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Padangsidimpuan pada 21 Oktober 2025.
Langkah tersebut ditempuh untuk menguji keabsahan penangkapan dan penahanan yang dinilai tidak sesuai prosedur.
“Penangkapan terhadap AH dan anak-anaknya diduga dilakukan secara tidak manusiawi. Klien kami dipiting di leher hingga sulit bernapas dalam perjalanan menuju pasar Matanggor untuk berjualan. Surat penangkapan pun baru diserahkan malam harinya,” ujar RHa Hasibuan, Senin (20/10).
Ia menilai tindakan itu bertentangan dengan asas profesionalitas dan proporsionalitas aparat penegak hukumsebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Dugaan Diskriminasi Penegakan Hukum
Kuasa hukum juga menyoroti adanya dugaan diskriminasi karena laporan balik yang dibuat oleh pihak AH terhadap pelapor M.I.A. Batubara dan rekan-rekannya dengan Nomor LP/B/168/V/2025/SPKT/POLRES TAPSEL/POLDA SUMUT disebut belum mendapat tindak lanjut.
“Pelapor sudah menjalani visum, saksi sudah diperiksa, dan olah TKP sudah dilakukan, tapi laporan itu seperti diabaikan. Ini potret nyata ketimpangan hukum di daerah,” tegas Hasibuan.
Kronologi Peristiwa di Pasar Matanggor
Insiden bermula pada 29 Januari 2025 di Pekan Pasar Matanggor, Kabupaten Padang Lawas Utara. Saat itu, RHdisebut menjadi korban pemukulan oleh beberapa orang.
Ayahnya, AH, datang untuk melerai namun justru ikut menjadi korban pengeroyokan. Dalam situasi panik, RH memukul salah satu pelaku menggunakan tempurung kelapa, hingga situasi mereda.
“Itu reaksi spontan seorang anak yang melihat ayahnya hampir kehabisan napas,” ujar tim kuasa hukum menjelaskan kronologi kejadian.
Penangkapan Disertai Tangis Keluarga
Proses penangkapan terhadap AH dan tiga anaknya pada 15 Oktober 2025 berlangsung dramatis di Jalan Lintas Palsabolas, Kecamatan Angkola Timur.
Istri dan ibu para tersangka disebut histeris ketika melihat keluarganya dibawa petugas.
“Kami hanya orang kecil, suami dan anak-anak saya bukan penjahat besar,” teriak sang istri sebelum pingsan di lokasi.
Beberapa warga sekitar yang menyaksikan kejadian tersebut menilai penangkapan berlangsung keras.
“Mereka tidak melawan, tapi diperlakukan kasar,” kata seorang saksi mata.
PBH Tabagsel Desak Penegakan Hukum yang Berkeadilan
PBH Anak Bangsa Tabagsel menegaskan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Hukum tidak boleh memihak kepada yang kuat atau yang punya uang. Keadilan adalah hak setiap warga negara,” tegas RHa Hasibuan.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik di Tapanuli Selatan dan sekitarnya. Sejumlah pihak berharap aparat penegak hukum bertindak profesional, transparan, dan menjunjung asas keadilan dalam menangani perkara yang menimpa keluarga tersebut.