OPINI, SINKAP.info – Ada satu kalimat yang sering kita dengar dari kecil, baik dari guru, orang tua maupun teman kita. Kalimat ini merupakan motivasi bagi banyak orang yang membuat cakrawala dan pemahaman mereka tentang pengetahuan bertambah luas. Kalimat itu berbunyi “membaca adalah jendela dunia”. Sebuah kalimat yang tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, yang mempunyai makna bahwa dengan membaca, kita dapat membuka wawasan dan pengetahuan tanpa batas, seolah-olah melihat dunia dari balik jendela.
Melalui buku atau teks, kita bisa mengenal budaya, ilmu, dan pengalaman yang jauh dari tempat kita berada, sehingga pikiran kita semakin luas dan kaya. Membaca memungkinkan kita berpetualang, belajar, dan memahami dunia tanpa harus bepergian secara fisik, menjadikannya pintu utama untuk melihat dan memahami segala hal di sekitar kita.
Ketika mendengar kata membaca, alam bawah sadar kita senantiasa mengaitkan kata tersebut dengan sebuah benda yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas yang kita sebut dengan “buku”. Buku adalah salah satu media yang bisa kita gunakan ketika kita ingin membaca, terlepas kita bisa membaca dari media apapun.
Berkaitan dengan kalimat tersebut, seorang tokoh bangsa Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang pertama pernah mengungkapkan sebuah kalimat yang bunyinya “aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas”. Artinya dengan membaca buku kita bisa melihat dunia dengan bebas melalui jendela-jendela yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Kita tak harus berkelana jauh-jauh untuk belajar ilmu pengetahuan, karena cukup dengan membaca buku kita bisa melihat dunia melalui tulisan-tulisan yang berbaris rapi di atas lembaran kertas.
Namun, ada hal yang kurang enak didengar dan dilihat tentang kondisi masyarakat Indonesia saat ini mengenai kebiasaannya dalam membaca, terkhusus lagi bagi kalangan pelajar. Hal ini bukan suatu fakta yang harus kita tutupi. Bahkan kita bisa melihat sendiri bagaimana kalangan pelajar yang merupakan generasi emas Indonesia ketika beraktivitas, mereka cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain gadget dibanding dengan membaca buku. Hal itu juga selaras dengan data yang dikeluarkan oleh PISA dan UNESCO.
Programme for International Student Assessment (PISA) yang merupakan suatu studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan, menyebutkan data per tahun 2022 Indonesia berada pada urutan ke 69 dari 80 negara. Urutan ini ditunjukkan berdasarkan nilai skor PISA dari setiap negara, dimana untuk Indonesia sendiri skor kemampuan literasi dalam membaca adalah 359, dalam matematika adalah 366 dan sains 383 dengan total keseluruhan 1.108. Hal ini menunjukkan kemampuan literasi siswa Indonesia sangat memprihatinkan. Bahkan United nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2016, yang menyebutkan bahwa minat baca Indonesia ada di urutan ke-60 dari 61 negara dalam daftar. UNESCO juga menyebut kalau indeks minat baca warga Indonesia berada di angka 0,001%, yang berarti dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 yang rajin membaca.
Beberapa artikel mengidentifikasi penyebab-penyebabnya. Dan berdasarkan fakta yang ditemui di lapangan dapat dirangkum beberapa hal penting penyebab rendahnya minat baca terkhusus kalangan pelajar.
Pertama, kurangnya motivasi dan dorongan untuk membaca dikalangan pelajar. Sebagai makhluk yang masih dalam tahap proses belajar, kalangan pelajar masih sangat membutuhkan motivasi dan dorongan untuk mengetahui banyak hal baik dan buruk. Peran penting orang terdekat dari pelajar sangat mempengaruhi aktivitas mereka sehari-hari. Kalangan pelajar rentan melakukan aktivitas-aktivitas yang mereka dapatkan dari orang-orang terdekat mereka, hal itu disebabkan orang-orang di sekeliling mereka bersentuhan langsung dengan dunia mereka. Motivasi dan dorongan untuk menggiatkan aktivitas belajar wajib diberikan pada anak-anak seusia mereka agar nantinya kebiasaan-kebiasaan itu senantiasa tertanam dalam ingatan mereka.
Kedua, masih berkaitan dengan point pertama. Yaitu kurangnya peran penting keluarga dan lingkungan. Lingkungan yang baik dan sehat akan menciptakan manusia-manusia yang baik dan sehat pula, begitu pula sebaliknya. Kalangan pelajar wajib diberi contoh dan kebiasaan untuk rajin membaca, karena lingkungan mereka mempunyai mayoritas pengaruh dalam membentuk karakter pelajar. Orang tua dan keluarga di rumah, guru dan teman di sekolah adalah yang paling bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang baik dan sehat.
Ketiga, akses terhadap buku bacaan yang sulit dan terbatas. Banyak daerah di Indonesia, terutama di pelosok masih minim dalam hal ketersediaan perpustakaan dan toko buku. Selain itu banyak buku yang harganya terkesan mahal bagi sebagian masyarakat. Ketersediaan buku-buku juga sangat berpengaruh. Rendahnya minat baca dikalangan pelajar disebabkan juga karena kurangnya buku-buku yang mereka minati. Sebagian dari mereka enggan untuk membaca buku karena tema ataupun judul buku yang tersedia di lingkungan mereka tidak sesuai dengan selera mereka masing-masing.
Keempat, pengaruh yang signifikan dari teknologi digital. Dengan adanya teknologi digital mendapatkan akses terhadap dunia luar lebih cepat dan lebih mudah. Melalui video-video yang tersedia dalam berbagai media sosial memungkinkan kalangan pelajar lebih cepat dan lebih mudah untuk mendapatkan akses informasi dibanding mereka membaca buku. Kebiasaan yang ingin serba instan juga mendukung mereka untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan gadget daripada buku bacaan.
Berdasarkan pemaparan diatas, tentu kita bisa menelaah lebih dalam mengenai hal itu. Tanggung jawab orang tua, guru dan pemerintah dalam dunia pendidikan harus ditingkatkan. Selain itu orang tua, guru, dan pemerintah harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang baik dan sehat, terutama dalam menciptakan lingkungan yang dekat dengan buku. Hal ini menjadi alasan untuk pelajar agar termotivasi dan mendapat dorongan untuk senantiasa membiasakan diri mereka untuk membaca. Pemerintah juga bertanggung jawab dalam menyediakan ketersediaan perpustakaan dan buku-buku untuk anak-anak, terlebih buku itu sesuai dengan apa yang mereka minati.
Oleh karena itu mari kita semua berperan penting untuk mengubah kondisi yang hampir kurang baik ini. Mulai berbenah diri untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi kalangan pelajar. Agar mereka bisa menjadi generasi emas masa depan negara.
SINKAP.info | Rls