CSO EITI Indonesia Desak Transparansi Data Produksi Migas

Pekanbaru326 Dilihat

PEKANBARU, SINKAP.info Polemik terkait Dana Bagi Hasil (DBH) migas Riau masih terus berlanjut. Setelah dulu Bupati Meranti mengamuk kepada Kementerian Keuangan, beberapa Hari yang lalu, Gubernur Riau yang merasa tak adil terkait DBH dari pusat yang disampaikannya disalah satu media online.

Hal ini mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya dari Civil Society Organization (CSO) Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia.

CSO EITI Indonesia Rocky Ramadani menyampaikan bahwa perlu adanya transparansi ataupun keterbukaan informasi data produksi migas (lifting) oleh masing-masing stakeholder yaitu Kementerian ESDM, SKK Migas, KKKS dan Kemenkeu.

Selama ini, kata Rocky, bottleneck persoalan DBH disebabkan komunikasi dan informasi dari Kementerian ESDM, SKK Migas, KKKS, Kemenkeu kepada Daerah Penghasil Migas sangat sulit didapatkan.

“Data Kementerian ESDM yang dipakai oleh Kemenkeu untuk dasar pembagian DBH SDA-nya justru yang sering jadi pertanyaan. Itulah yang kemudian dijadikan argumen Bupati terkait data lifting misalnya, pakai data SKK, Dirjen Migas atau data yang mana. Ini yang patut diperjelas kepada Daerah,” ucap Rocky kepada media ini, Jumat (27/01).

MENARIK DIBACA:  H M Adil Kembali Bersilaturrahmi dengan Masyarakat Pekanbaru dan Kampar

Sungguhpun demikian, sambung Rocky, Pemerintah Daerah juga harus proaktif dalam mendapatkan maupun mensinkronkan informasi dari data tersebut.

“Jangan hanya menunggu saja, pemda Riau dan Kabupaten/Kota Daerah khususnya Daerah penghasil mesti jemput bola untuk mendapatkan data yang akurat dan informasi terkait implikasi undang-undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah,” ujar Rocky.

Dikatakan Rocky, sejauh mana Daerah memahami implikasi UU HKPD nomor 1 Tahun 2022 yang menyangkut perubahan formula DBH sumber daya alam. Ditambah lagi PP-nya belum selesai.

“Tentu ini juga akan menambah ruwetnya dana bagi hasil migas. Kemenkeu mesti menjelaskan kepada Daerah, formula mana yang mesti digunakan dalam penghitungan DBH Migas. Apakah formula baru ataukah formula lama. Karena PP-nya belum selesai,” sebut Rocky yang juga merupakan pengurus FKPMR ini.

MENARIK DIBACA:  Wabup Asmar Sampaikan Meranti Kabupaten Termiskin dan Tertinggal

“Apalagi dalam UU HKPD tersebut disampaikan bahwa DBH SDA tidak hanya untuk Daerah penghasil tapi juga Daerah yang berbatasan dengan Daerah penghasil,” ujarnya.

Selama ini menurut Rocky yang terjadi pada Forum Rekonsiliasi DBH SDA, seringkali Pemerintah Kabupaten tidak dilibatkan. Yang dilibatkan hanya Bapenda Provinsi. Kalaupun Pemkab dilibatkan, itu hanya sebagai ajang sosialisasi Pusat ke Daerah.

“Kedepan tentu hal ini mesti jadi prioritas Pemerintah Pusat agar pada forum rekonsiliasi harus melibatkan pemerintah Daerah terutama Daerah penghasil, sehingga tidak ada lagi pemda yang merasa pembagiannya tidak adil,” ucap Rocky.

SINKAP.info | Rls