OPINI, SINKAP.info – Paradoks gratifikasi adalah situasi yang tampak kontradiktif di mana manusia menginginkan kepuasan atau kesenangan secepat mungkin (kepuasan instan), namun pada saat yang sama, kesuksesan dan kebahagiaan sejati justru sering lahir dari kemampuan untuk menunda kepuasan tersebut. Ingin langsung santai setelah pulang kerja, tapi tahu bahwa menghabiskan waktu sedikit untuk belajar atau berolahraga akan jauh lebih bermanfaat di masa depan. Makan makanan cepat saji karena praktis dan enak, padahal tahu bahwa itu bisa berdampak buruk untuk kesehatan jangka panjang. Belanja impulsif karena merasa senang, namun akhirnya menyesal karena keuangan jadi tidak stabil.
Dalam Kehidupan modern, kebanyakan individu akan mengalami satu fenomena yang mempengaruhi kejiwaan mereka yaitu pertarungan sengit disaat kebutuhan psikologis dan sosial untuk kesenangan sesaat bertarung dengan kebutuhan psikologis dan sosial untuk jangka panjang. Karena masa modern ini adalah masa dimana manusia diajarkan oleh zaman untuk terbiasa menerima dan mengerjakan segala sesuatu secara instan yang berdampak pada kebiasaan psikologis dan sosial. Tentu menjadi pertanyaan bagi kita, apakah dengan dunia yang serba instan ini kita menuruti keinginan sesaat atau mengejar kebutuhan jangka panjang?
Kita hidup dimana semua kebutuhan bisa didapatkan secara instan, hampir semua kebutuhan bisa dipenuhi hanya dengan sentuhan jari. Gambaran dunia yang serba instan sangat mudah kita temui, contoh paling sederhana ketika kita ingin mendapatkan informasi terbaru tentang suatu kejadian. Dengan hanya menggunakan ujung jari kita, dan ponsel yang tergenggam di tangan askes untuk mendapatkan informasi bisa sangat cepat bahkan hanya dalam hitungan detik. Contoh lain juga bisa kita temukan dalam pelayanan untuk masyarakat dimana yang dulunya kita harus mengantri berjam-jam untuk satu urusan di kantor, sekarang bisa kita lakukan dengan cara online melalui ponsel pintar kita. Bahkan kita bisa memesan makanan sambil rebahan di dalam kamar.
Namun kita punya alasan tersendiri mengapa yang instan itu perlu untuk dilakukan. Selain karena efisiensi waktu juga terkait dengan efisiensi tenaga.
Lalu, Apakah semua yang cepat itu baik? Atau justru memperlemah kontrol diri kita sebagai manusia?
Sebelumnya sudah dibahas bahwa dalam kehidupan modern, kebanyakan individu akan mengalami satu fenomena yang mempengaruhi kejiwaan mereka yaitu pertarungan sengit disaat kebutuhan psikologis dan sosial untuk kesenangan sesaat bertarung dengan kebutuhan psikologis dan sosial untuk jangka panjang. Kebutuhan psikologis sosial untuk jangka panjang lebih terfokus pada kemampuan untuk menahan keinginan sesaat demi mencapai tujuan yang lebih penting di masa depan. Sebaliknya, kebutuhan psikologis dan sosial demi kesenangan sesaat lebih merujuk pada kecenderungan yang disebabkan karena kita hanya mencari kepuasan atau kesenangan secara langsung, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Kedua konsep itu menjadi kunci dalam membentuk karakter manusia, terutama perihal kedewasaan emosional dan pengendalian diri.
Tentu muncul sebuah pertanyaan bagaimana budaya instan membuat pola pikir kita menjadi “semua harus cepat”. Ini terjadi karena kita dibuat nyaman oleh keinstanan. Pola pikir “semua harus cepat” ini secara tidak sadar mengikis nilai-nilai penting seperti ketekunan, konsistensi, dan daya tahan terhadap kesulitan. Padahal, dalam kenyataannya, pencapaian bermakna hampir selalu memerlukan waktu, usaha, dan kesabaran. Ketika kita terlalu terbiasa dengan kemudahan, kita pun jadi kehilangan kemampuan untuk bertahan dalam proses yang menuntut kedisiplinan dan pengorbanan.
Beberapa dampak negatif dari Kebutuhan psikologis dan sosial yang serba instan demi memenuhi kesenangan sesaat adalah menurunnya kemampuan fokus dan ketahanan mental. Mudah menyerah, sulit konsisten dalam proses panjang. Krisis finansial, krisis motivasi, dan cepat bosan terhadap tantangan. Sementara itu kebiasaan untuk hidup serba tidak instan menurut penelitian Marshmallow Test (Walter Mischel): anak-anak yang mampu menunda kesenangan cenderung lebih sukses di masa depan.
Mari kita tengok kisah inspiratif dari Bacharuddin Jusuf Habibie. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, Habibie kecil lebih memilih membaca buku daripada bermain bersama teman-temannya. Saat anak-anak lain menikmati masa kecil mereka dengan bermain, Habibie tenggelam dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebuah pilihan yang jarang, bahkan langka. Tapi berkat pilihan itulah, kelak namanya dikenang sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia dan tokoh teknologi kelas dunia. Bayangkan jika ia menghabiskan masa kecilnya hanya untuk bersenang-senang mungkin dunia takkan pernah mengenal karya besarnya.
Kisah Habibie hanyalah satu dari sekian banyak contoh mereka yang rela menukar kesenangan sesaat demi masa depan yang gemilang. Mereka sadar, dunia ini keras. Dan tanpa kesiapan, akan sulit untuk bersaing di masa depan.
Kita juga bisa belajar dari sosok legendaris lainnya: Ali bin Abi Thalib. Ia pernah berkata, “Semua orang ingin hidup nyaman, tapi orang sukses tahu: kenyamanan ditunda, bukan dikejar.” Sebuah kalimat bijak yang menggambarkan bahwa keberhasilan sering kali menuntut kita untuk keluar dari zona nyaman, menunda kenikmatan sekarang demi meraih kehidupan yang lebih layak nantinya.
Maka dari itu, mulai sekarang kita harus terbiasa untuk mengontrol diri untuk membatasi mendapatkan sesuatu secara instan. Disatu sisi ada hal-hal yang memang perlu kita dapatkan secara instan, namun disisi lain ada hal yang harus kita dapatkan dengan pengorbanan. selain itu kita juga harus mengasah disiplin dan kontrol diri dalam era penuh distraksi. bisa juga dengan latihan kecil seperti mengatur waktu penggunaan ponsel pintar, membuat jurnal kebiasaan, dan menyusun target harian.
Paradoks gratifikasi adalah tantangan zaman yang wajib kita lewati untuk menentukan seperti apa kita kedepan. Kita juga harus menanamkan dalam pikiran bahwa kita tidak anti-kesenangan, tapi perlu cerdas memilih kapan dan untuk apa kesenangan itu dikejar.
Rahmat Nusantara atau akrab disapa Mas R adalah Alumni mahasiswa sains UIN SUSKA RIAU yang tertarik dengan dunia kesusastraan. Saat ini aktif di Organisasi Muhammadiyah dan Himpunan Mahasiswa Islam. Minat dalam kesusastraan dan kesempatan aktif dalam Organisasi dipakai untuk meningkatkan kemampuan literasi bagi generasi muda zaman sekarang.
SINKAP.info | Rls