PEKANBARU, SINKAP.info – Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar, meminta solusi kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, terkait keterbatasan pemanfaatan lahan gambut yang masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
Permintaan tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi bersama Gubernur Riau dan para kepala daerah se-Provinsi Riau, yang berlangsung di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Kamis (24/4/2025).
Bupati Asmar menjelaskan bahwa sekitar 95 persen wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti terdiri dari tanah gambut. Sejak diberlakukannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019, yang menetapkan moratorium pemberian hak atas lahan gambut, ruang gerak pemerintah daerah dalam pembangunan menjadi terbatas.
“Lahan yang kami miliki sangat terbatas akibat kebijakan ini. Bahkan, tanah milik masyarakat tidak bisa disertifikatkan, sehingga tidak dapat dijadikan agunan untuk pinjaman usaha. Ini berdampak langsung pada ekonomi masyarakat dan pengusaha lokal,” jelas Asmar.
Ia juga mengingatkan bahwa persoalan serupa pernah disampaikan kepada Wakil Menteri ATR/BPN Dr. Surya Tjandra pada tahun 2021, yang saat itu menyatakan akan mengeluarkan 50 persen lahan gambut Meranti dari PIPPIB. Namun hingga kini, menurut Asmar, belum ada tindak lanjut dari pernyataan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti persoalan yang disampaikan oleh Pemkab Kepulauan Meranti dan daerah lainnya yang menghadapi tantangan serupa.
“Akan kita tindak lanjuti dan bersama-sama mencari solusi penyelesaiannya,” ujar Nusron.
Ia juga menekankan pentingnya pendataan dan pendaftaran tanah, terutama tanah adat di Provinsi Riau. Pemerintah pusat, katanya, membuka ruang pengakuan terhadap tanah adat asalkan didukung oleh kelembagaan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, Gubernur Riau, Abdul Wahid, menekankan perlunya sinergi lintas sektor dalam menyelesaikan persoalan agraria di daerah. Ia menilai bahwa permasalahan pertanahan tidak hanya menyangkut aspek legalitas, tetapi juga berdampak pada iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Persoalan agraria bukan hanya soal kepastian hukum, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap iklim investasi di daerah,” tegas Gubernur.
Rapat koordinasi ini menjadi wadah strategis bagi pemerintah daerah untuk menyuarakan berbagai persoalan dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah pusat dalam mewujudkan keadilan agraria yang berkelanjutan.