SINGAPURA, SINKAP.info – Laporan terbaru yang dirilis oleh Centre for Impact Investing and Practices (CIIP) mengungkapkan bahwa semakin banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Asia Tenggara yang berkomitmen untuk mengadopsi praktik berkelanjutan. Hal ini dipicu oleh tujuan komersial seperti pengurangan biaya, peningkatan efisiensi jangka panjang, memenuhi permintaan konsumen, memasuki pasar baru, dan menarik talenta.
Namun, laporan tersebut juga menunjukkan adanya variasi besar dalam kesadaran dan adopsi praktik Environmental, Social, and Governance (ESG) di seluruh kawasan ini. Untuk itu, adopsi praktik ESG yang lebih luas memerlukan upaya terkoordinasi antara pemerintah, asosiasi industri, perusahaan multinasional (MNC), investor, dan lembaga keuangan untuk memberikan bantuan yang lebih praktis kepada UMKM.
Laporan ini mengidentifikasi tantangan utama yang dihadapi UMKM dalam mengadopsi keberlanjutan dan menyarankan lima langkah ekosistem untuk membuka potensi penuh UMKM dalam membangun rantai pasokan yang lebih berkelanjutan.
Temuan Laporan
Laporan berjudul “Transforming for Sustainability: Driving Impact and Value through Supply Chain Action” ini menyoroti fakta bahwa UMKM di Asia Tenggara mulai menyadari pentingnya praktik berkelanjutan untuk meningkatkan nilai bisnis mereka. Dari pengurangan biaya dan peningkatan efisiensi jangka panjang (39%) hingga menarik atau mempertahankan talenta di pasar tenaga kerja yang mengutamakan nilai-nilai (27%), banyak UMKM yang ingin lebih banyak berbuat dalam hal keberlanjutan.
Namun, tantangan besar muncul ketika banyak perusahaan multinasional (MNC) menetapkan komitmen keberlanjutan jangka panjang, yang pada gilirannya menuntut pemasok mereka, termasuk UMKM, untuk mengikuti standar yang lebih tinggi. Oleh karena itu, bagi UMKM yang menjadi pemasok utama, keselarasan dengan standar yang berkembang ini, termasuk kode etik pemasok MNC, menjadi sangat penting untuk tetap kompetitif dan memperoleh peluang pertumbuhan jangka panjang.
Laporan ini juga mengidentifikasi hambatan utama dalam meningkatkan keberlanjutan rantai pasokan dan menawarkan solusi praktis untuk sektor-sektor seperti barang konsumen, makanan dan minuman, elektronik, dan pariwisata. Penelitian ini didasarkan pada survei terhadap lebih dari 3.500 UMKM di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam, serta wawancara dengan 85 organisasi di seluruh Asia, termasuk MNC, penyedia solusi, dan pendukung ekosistem.
Progres UMKM, Namun Tantangan Praktis Masih Menghambat
Walaupun UMKM telah membuat kemajuan dalam memenuhi persyaratan keberlanjutan yang baru, banyak yang masih menghadapi tantangan praktis dalam upaya mereka untuk mengadopsi lebih banyak praktik ESG. Tim yang terbatas dan fokus pada operasi sehari-hari seringkali tidak memiliki kapasitas untuk menciptakan peran khusus yang bertugas mengawasi adopsi praktik ESG. Selain itu, 60% dari UMKM yang disurvei melaporkan kesulitan dalam merekrut staf untuk peran keberlanjutan atau ESG.
Keterbatasan finansial juga menjadi hambatan utama. Banyak UMKM mengeluhkan biaya awal yang tinggi, meskipun secara positif, setengah dari UMKM yang disurvei berencana untuk meningkatkan anggaran ESG mereka pada tahun 2027.
Lima Langkah Kunci untuk Meningkatkan Kesadaran dan Adopsi ESG di Kalangan UMKM
Laporan ini menyarankan lima langkah untuk meningkatkan kesadaran dan adopsi ESG di kalangan UMKM:
- Jadikan ESG Jelas dan Sederhana: Tekankan manfaat komersial dari praktik ESG mulai dari penghematan biaya hingga peluang pendapatan yang lebih tinggi dengan menunjukkan jalur peningkatan yang jelas.
- Bangun Kapasitas, Internal dan Eksternal: Kembangkan toolkit atau materi pendidikan spesifik industri dengan standar global dan input lokal yang sederhana dan dapat dilaksanakan.
- Dorong Kemitraan Pelanggan-Pemasok yang Menguntungkan: MNC dapat memberikan insentif seperti kontrak jangka panjang, pembayaran lebih untuk produk atau layanan berkelanjutan, serta siklus pembayaran yang lebih pendek.
- Investasikan dalam Solusi Inovatif untuk UMKM: Investor modal ventura dan investor dampak memiliki peran penting dalam memfasilitasi adopsi ESG, menyediakan pendanaan katalitik untuk mendorong inovasi dan mengurangi hambatan adopsi.
- Pembiayaan Perubahan: Meskipun pinjaman yang terkait dengan keberlanjutan semakin banyak tersedia, tingkat adopsi di kalangan UMKM tetap rendah. Pendekatan yang lebih holistik diperlukan, termasuk pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan UMKM, dukungan yang lebih kuat untuk pengadopsi awal, dan alat-alat seperti platform digital untuk menilai dasar-dasar ESG dan menyesuaikan ketentuan pinjaman.
Kemitraan dan Kolaborasi untuk Masa Depan Keberlanjutan
Sebagai bagian dari komitmennya, CIIP menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Singapore Fashion Council (SFC) untuk mendorong keberlanjutan rantai pasokan dalam industri fesyen dan tekstil. Melalui perjanjian ini, SFC akan memimpin pengembangan rencana sektor, buku panduan sumber daya, dan toolkit digital yang disesuaikan dengan kebutuhan keberlanjutan UMKM fesyen dan tekstil.
CIIP juga meluncurkan Amplifier mentorship programme edisi kedua, dengan dua jalur yang didedikasikan untuk menskalakan solusi inovatif dalam keberlanjutan rantai pasokan di sektor pariwisata serta fesyen dan tekstil.
Tentang Centre for Impact Investing and Practices (CIIP)
CIIP didirikan pada 2022 oleh Temasek Trust sebagai lembaga nirlaba untuk memfasilitasi investasi berdampak dan praktik di Asia dan sekitarnya. CIIP berperan sebagai mitra utama dalam program “Private Finance for the SDGs” dari United Nations Development Programme (UNDP), memberikan wawasan dan alat kepada investor dan bisnis untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).