Deforestasi dan Perkebunan Sawit Jadi Ancaman Ekosistem di Riau

Pekanbaru2189 Dilihat

PEKANBARU, SINKAP.info – Ekosistem Provinsi Riau kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Dosen Universitas Gadjah Mada, Dr. Agus Setyarso, menyatakan bahwa tingkat deforestasi yang tinggi menjadi salah satu faktor utama ancaman terhadap lingkungan di Riau.

Berdasarkan data per 2022, Riau tercatat memiliki tingkat deforestasi hutan tertinggi di Indonesia. Agus mengungkapkan keprihatinannya dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh PT Patala Unggul Gesang di Pekanbaru, pada Selasa (21/01/2025).

“Riau berada di ambang kehancuran. Jika ada lembaga yang ingin membantu memperbaiki kondisi ini, mengapa tidak diterima?” ujar Agus, yang dilansir dari Liputan6.

Agus menjelaskan bahwa pada 2016, sekitar 1 juta hektare hutan di Riau telah beralih fungsi menjadi hutan tanaman industri, sementara 3,8 juta hektare lahan lainnya telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Perubahan besar-besaran ini berkontribusi terhadap kerusakan ekosistem hutan dan dampak lingkungan lainnya.

Ia menekankan bahwa untuk memulihkan kondisi hutan dan lingkungan di Riau, langkah remediasi yang melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat, sangat diperlukan. Salah satu solusi yang diajukan adalah peran lembaga sertifikasi internasional, Forest Stewardship Council (FSC), yang fokus pada pengelolaan hutan berkelanjutan.

FSC telah berkomitmen untuk membantu mengatasi masalah degradasi hutan di Riau, dengan tujuan menjadikan provinsi ini sebagai pusat budaya Melayu yang memiliki sumber daya manusia unggul, ekonomi yang maju, dan lingkungan yang terjaga.

Direktur PT Patala Unggul Gesang, Ir. Nazir Foead, MSc, yang juga mantan Kepala Badan Restorasi Gambut, menyampaikan harapannya agar Riau dapat mewujudkan visi tersebut. Nazir menekankan pentingnya kebijakan remediasi lingkungan yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, dunia usaha, masyarakat, dan akademisi.

“Ini adalah langkah strategis untuk mewujudkan visi besar Riau,” kata Nazir.

Ia juga menyoroti bahwa pengelolaan hutan oleh pemegang konsesi sering kali mengabaikan aspek lingkungan dan keberadaan masyarakat adat, yang tak hanya menyebabkan konflik sosial, tetapi juga meningkatkan emisi karbon.

Kolaborasi melalui FSC diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan hutan di Riau secara berkelanjutan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.