Masih Adakah Keadilan, Korban Pelecehan Seksual Menjadi Persangka Penganiayaan

SUMATERA UTARA726 Dilihat

TAPANULI SELATAN, SINKAP.info – Sudah jatuh tertimpa tangga, seperti itulah gambaran yang dialami oleh EFH, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas sebagai Bidan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Kehidupannya yang sehari-hari mengabdi pada negara dan masyarakat harus berurusan dengan hukum karena mempertahankan harkat dan martabatnya yang diduga dilecehkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Pasca kejadian pelecehan tersebut, EFH masih terlihat trauma. Ibu tiga anak ini tidak berani pergi ke mana pun tanpa pengawalan dari suami dan saudaranya. Meskipun EFH dikawal oleh suaminya, ia tetap tidak berani turun dari mobil hingga awak media ini mendampingi mereka dalam memenuhi undangan Kepolisian Resort Tapanuli Selatan.

Kejadian tersebut terjadi ketika ia melaksanakan tugas sebagai Bidan. Ia berangkat mengendarai sepeda motor untuk menyuntik pasien yang baru melahirkan di desa wilayah kerjanya pada hari Senin, (6/3) sekitar jam 11.30 siang. Namun, di tengah perjalanan yang sepi di sekitar Desa Bakkudu, Kecamatan Portibi, dia didekati oleh seorang pria yang juga mengendarai sepeda motor yang kemudian meremas pahanya.

“Setelah dia meremas paha saya dan saya menoleh ke belakang, dia malah memepetkan sepeda motornya ke arah saya. Melihat perilaku yang tidak baik itu, saya langsung menjerit minta tolong,” tuturnya pada wawancara dengan tim SINKAP.info di Mapolres Tapanuli Selatan pada Senin (15/5).

Setelah kejadian tersebut, EFH melaporkan insiden ini kepada orang tua dan saudaranya. Keluarganya tidak menerima perlakuan seperti itu, sehingga mereka melanjutkan pengaduan ke pemerintahan desa pada hari berikutnya.

Kemudian Pada hari Selasa (7/3) dilakukan upaya sidang di balai Desa Bakkudu yang dihadiri bhabinkamtibmas dan Babinsa, Hatobangon (Tokoh Adat) dan Kepala Desa dan pada saat itu juga saksi yang merupakan warga setempat dipanggil dan disuruh melihat satu persatu siapa yang dia lihat pada kejadian itu, Dan saat itu saksi tersebut langsung menunjuk si terduga J.

Lebih lanjut EFH menuturkan bahwa “Ketika ditunjuk sisaksi tadi, si J membantah bahwa bukan dia pelakunya, disitulah saya emosi dan spontan melemparkan Handphone saya kearah dia dan tepat mengenai kepalanya yang mengakibatkan luka hingga dijahit, dan itu dilakukan seara spontan yang kemudian dilaporkan oleh si J ke Polres Tapanuli Selatan dengan laporan Penganiayaan” Ucapnya.

“Kita sudah berusaha menempuh jalur kekeluargaan namun selalu buntu dan hari ini kita coba mediasi di Mapolres Tapsel namun, Diluar dugaan mereka baru mau damai dengan nominal yang tidak bisa saya sanggupi bang,” Lanjutnya

Diketahui bahwa pelaku pelecehan dengan inisial J meminta nominal uang sebesar Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Hal ini merupakan permintaan yang tidak wajar dan melebihi batas kemanusiaan. Apakah adil bagi pelaku pelecehan seksual untuk menuntut korban memberikan uang sebesar 300 juta rupiah? Perlu dilakukan analisis mendalam mengenai alasan munculnya angka tersebut, yang diduga melibatkan pihak – pihak yang mengambil keuntungan dari permasalahan hukum ini, termasuk oknum LSM yang menyalahgunakan kepentingan dalam kasus ini.

Kuasa hukum EFH, Amin M. Ghamal Siregar S.H dan Alwi Akbar Ginting SH menyampaikan kejadian ini sungguh sangat memilukan, korban pelecehan malah di laporkan oleh pelaku pelecehan, meskipun EFH meluapkan kekesalannya kepada J, itu merupakan suatu hal yang spontan dilakukan oleh EFH karena sikap J yang ketika itu merokok dan petantang petenteng tidak merasa bersalah sesudah melakukan perbuatannya.. Perlu diketahui oleh semua pihak bahwa dalam mendudukkan suatu perkara itu jatuh delic pidana atau pembelaan diri ada istilah yang disebut dengan causal verband (sebab akibat), sebab EFH melemparkan HP ke kepala J itu karena J telah melakukan pelecehan dan berbohong di hadapan semua orang, padahal pada faktanya korban dan seluruh saksi sudah jelas melihat dan menyampaikan bahwa J lah pelaku pelecehan tersebut.

Kemudian kuasa hukum EFH juga menyampaikan bahwa secara yuridis normatif dalam kasus ini perbuatan spontanitas EFH yang melemparkan HP ke kepala J bukanlah suatu bentuk penganiayaan, melainkan suatu bentuk pembelaan diri terhadap hak – haknya sebagai wanita yang terhormat yang tidak berterima ketika si pelaku pelecehan seksual tersebut berbohong di hadapan public.

Bahwa jelas, terang dan wajib untuk di publikasi ke seluruh element masyarakat bahwa dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana tepatnya pada pasal Pasal 49 ayat (1) KUHP secara jelas dan tegas pasal tersebut menyebutkan bahwa :
“Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.

Maka menurut hukum jelas dan terang perbuatan spontanitas EFH yang melemparkan handphone ke kepala J karena telah melecehkan kehormatan EFH dan kemudian J berbohong di hadapan publik dengan gaya petantang petentengnya bukan lah suatu delic Pidana dan tidak dapat dipidana. Sehingga jika polres Tapanuli selatan mendudukkan status EFH sebagai tersangka, itu merupakan suatu pelanggaran HAM dan juga berpengaruh kepada kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di indonesia yang tentunya juga akan membuat korban korban pelecehan seksual di seluruh Indonesia ini tidak akan berani lagi melaporkan si pelaku pelecehan seksual.

“Insya Allah kami akan berjuang di mulai dari polres tapsel, kejaksaan, pengadilan negeri padangsidimpuan, bahkan sampai pada tingkat kasasi kami akan memperjuangkan hak – hak EFH sebagai korban pelecehan sexual. Besar harapan EFH sekeluarga dan Kuasa hukum EFH Agar kiranya Kepolisian Resort Tapanuli Selatan dapat menegakkan hukum dengan cara yang adil. Karena jika sampai EFH di duduk kan sebagai Tersangka padahal beliau adalah korban pelecehan seksual, maka hukum yang mana lagi yang harus dipercaya, dan penegak hukum yang mana lagi yang harus dipercaya.” Tegas kuasa hukum EFH, Amin M Ghamal, SH dan Alwi Akbar Ginting, SH. 18/5

SINKAPinfo | Laporan: Lutfi