MEDAN, SINKAP.info – Rencana Kementerian Kebudayaan untuk menulis ulang sejarah nasional Indonesia mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Dalam program Dialog Aspirasi Sumut yang disiarkan Radio Republik Indonesia (RRI) Medan, Senin (26/5), akademisi Universitas Negeri Medan, Dr. Bahrul Khair Amal, M.Si., menyatakan bahwa wacana tersebut patut didukung selama berpijak pada fakta dan metode ilmiah.
Dr. Bahrul menyampaikan, penulisan ulang sejarah seharusnya tidak bermuatan subjektif apalagi politis. Ia menegaskan pentingnya pendekatan berbasis data dan sumber terpercaya dalam setiap narasi sejarah yang dibangun.
“Penulisan ulang sejarah ini bukan untuk kepentingan politik, melainkan sebagai pelurusan terhadap sejarah yang selama ini mungkin belum lengkap atau terdistorsi,” ujar Dr. Bahrul dalam dialog yang dipandu Loka Ginting.
Menurutnya, sejarah idealnya ditulis berdasarkan peristiwa faktual, kesaksian, serta bukti-bukti yang dapat diverifikasi secara ilmiah. Ia menilai langkah Kementerian Kebudayaan yang melibatkan lebih dari 100 sejarawan dari berbagai perguruan tinggi merupakan pendekatan yang tepat dan kredibel.
Penulisan ulang ini, kata Bahrul, direncanakan sebagai bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia. Prosesnya akan menggunakan berbagai sumber ilmiah, seperti jurnal akademik, buku referensi, dan forum diskusi seperti FGD (Focus Group Discussion), untuk memastikan validitas informasi.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya sosialisasi kepada masyarakat terkait hasil penulisan ulang tersebut. Tanpa pemahaman publik, perubahan dalam narasi sejarah bisa menimbulkan kesalahpahaman bahkan polemik.
“Kita tidak hanya menimbang, tapi juga memutuskan berdasarkan argumentasi ilmiah. Ini harus disusun secara runtut, runut, dan terukur,” jelasnya.
Dr. Bahrul juga mengingatkan bahwa sejarah bukanlah persoalan persepsi, melainkan rekaman fakta. Oleh karena itu, ia menyarankan agar proses penulisan ulang ini didukung dengan naskah akademik yang kuat agar tidak menjadi alat politik kekuasaan.
Di akhir dialog, ia berharap penulisan ulang sejarah nasional ini dapat menjadi momentum untuk menghadirkan narasi sejarah yang lebih objektif, inklusif, dan edukatif bagi generasi masa depan.