JAKARTA, SINKAP.info – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tengah menyusun revisi sejumlah peraturan tata ruang agar lebih resilient terhadap bencana dan perubahan iklim. Penyesuaian ini mencakup revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, menjelaskan revisi ini diperlukan untuk memastikan tata ruang nasional lebih adaptif terhadap risiko bencana dan perubahan iklim.
“Isu (tata ruang) yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita resilient terhadap bencana dan perubahan iklim. Jadi ke depan itu, kita sangat menginginkan itu di dalam tata ruang nasional,” ujar Suyus dalam pengarahan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Senin (08/12/2025).
Perubahan tata ruang ini juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2024-2045, yang mengharuskan tata ruang memuat data yang detail dan dinamis.
“Ke depan tata ruang nasional dapat memuat informasi terkait potensi tantangan bencana dan perubahan iklim. Berdasarkan data BMKG dan Kementerian PU, sudah dihitung lokasi sesar, potensi gempa, curah hujan, sehingga daya dukung dan daya tampung wilayah siap menghadapi bencana,” kata Suyus.
Ia menambahkan, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) harus menjadi bagian awal dalam perencanaan tata ruang nasional.
“Kajian LHS ini harus ada di awal, tidak boleh lagi di belakang. Ini akan dimasukkan dalam revisi PP 21 Tahun 2021 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,” jelasnya.
Rakernas Kementerian ATR/BPN 2025 berlangsung sejak 8 hingga 10 Desember dan diikuti 471 peserta, termasuk Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Pertanahan. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kualitas dan percepatan penyelesaian berkas layanan pertanahan.
Sesi pengarahan Dirjen Tata Ruang dimoderatori Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi, Deni Santo, dan dihadiri oleh sejumlah Dirjen lain, antara lain Dirjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang, Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, serta Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang.







