MEDAN, SINKAP.info — Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan (UNIMED) menggelar kuliah tamu bertema “Budaya, Kepercayaan, dan Identitas Parmalim: Menelusuri Akar Kultural Masyarakat Batak Toba” di Medan, Senin (20/10).
Kegiatan yang menjadi bagian dari mata kuliah Teori Kebudayaan ini menghadirkan budayawan dan pemerhati kepercayaan Parmalim, Monang Naipospos, sebagai narasumber utama, didampingi dosen pengampu Dr. Hidayat, M.Si. dan Sry Lestari Samosir, M.Sos.
Kuliah tamu tersebut juga merupakan bagian dari program Klinik Kebhinekaan, hasil inisiasi Sry Lestari Samosir sebagai tindak lanjut Fellowship Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) yang diselenggarakan oleh CRCS UGM (Center for Religious and Cross-Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada).
Parmalim Sebagai Warisan Spiritual dan Sosial
Dalam pemaparannya, Monang Naipospos menjelaskan ajaran Parmalim melalui perspektif fungsionalisme budaya, yang menilai kebudayaan tetap bertahan karena memiliki fungsi sosial dan moral bagi masyarakat.
Menurut Monang, Parmalim tidak hanya sistem kepercayaan, melainkan juga cara hidup yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan.
“Parmalim adalah cara hidup berlandaskan kebenaran dan keseimbangan. Ia menanamkan nilai kejujuran, kemurnian hati, dan kedamaian sosial,” ujar Monang.
Ia menambahkan, nilai-nilai tersebut tercermin dalam filosofi hidup Parmalim “berkembang, hidup, dan senyap”, yang melambangkan kehidupan damai dan bermanfaat bagi sesama.
Monang juga menyinggung fungsi sosial Parmalim, yang sejak 1930 telah mendirikan Parmalim School untuk mendidik generasi muda agar memahami budaya dan spiritualitas Batak Toba, sekaligus mempertahankan identitas lokal di tengah arus globalisasi.
Relevansi Nilai Parmalim dalam Pendidikan
Kegiatan ini membuka wawasan mahasiswa bahwa studi sejarah tidak hanya mempelajari peristiwa politik, tetapi juga dimensi budaya dan spiritual yang membentuk peradaban bangsa.
Dosen pengampu Sry Lestari Samosir menjelaskan, pemahaman terhadap kepercayaan lokal seperti Parmalim penting untuk menanamkan toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, dan semangat kebangsaan.
“Memahami ajaran lokal bukan sekadar studi budaya, melainkan langkah membangun karakter bangsa yang menghormati perbedaan,” ujarnya.
Nilai-nilai Parmalim dinilai relevan untuk membangun pendidikan multikultural dan membentuk generasi muda yang inklusif, berkarakter, dan menghargai kebhinekaan.
Pesan Kebhinekaan dan Peneguhan Identitas
Kuliah tamu ditutup dengan refleksi bersama yang menegaskan pentingnya melestarikan kearifan lokal sebagai sumber kebijaksanaan hidup.
Menurut Monang, kemajuan tidak berarti meninggalkan akar budaya. Sebaliknya, nilai-nilai lokal seperti Parmalim dapat menjadi sumber moralitas dan spiritualitas dalam membangun masyarakat yang damai dan berkepribadian Indonesia.