KAMPAR, SINKAP.info – Satgas Penanggulangan Perambahan Hutan (PPH) Subdit IV Ditreskrimsus Polda Riau mengungkap kasus perambahan dan jual beli lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kampar. Empat orang pelaku ditangkap karena mengubah kawasan hutan menjadi kebun sawit demi keuntungan pribadi.
Keempat tersangka yakni Muhammad Mahadir alias Madir (40), Buspami bin Toib (48), Yoserizal (43), dan M. Yusuf Tarigan alias Tarigan (50). Penangkapan berlangsung di lokasi perambahan di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Senin (8/6/2025).
Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan menjelaskan, pengungkapan ini merupakan bagian dari strategi Green Policing Polri yang mengedepankan pendekatan preemtif, preventif, dan represif dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Melindungi tuah, menjaga marwah. Ini semangat kami dalam menjaga kelestarian lingkungan Bumi Lancang Kuning,” tegas Kapolda saat konferensi pers yang dihadiri Wakapolda Brigjen Pol Andrianto Jossy Kusumo, jajaran Ditreskrimsus Polda Riau, Polres Kampar, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Riau.
Para pelaku diketahui membuka, memperjualbelikan, dan menggarap lahan di kawasan hutan lindung Batang Ulak dan HPT Batang Lipai Siabu dengan modus memanfaatkan dokumen hibah dan surat adat untuk menyamarkan aktivitas ilegal tersebut.
“Mereka membuat dokumen seolah legal, padahal lahan tersebut berada dalam kawasan hutan lindung yang dilindungi undang-undang,” jelas Kapolda.
Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan menambahkan, pelaku berasal dari latar belakang yang ironis, salah satunya Yoserizal yang merupakan Ninik Mamak Desa Balung sekaligus Sekretaris Desa Tanjung Jaya, serta Buspami seorang aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Pendidikan Kabupaten Kampar.
“Ini sangat memprihatinkan. Mereka yang seharusnya menjadi contoh justru terlibat dalam kejahatan lingkungan,” kata Kombes Ade.
Mahadir juga merupakan Ninik Mamak Desa Balung, sementara Tarigan berperan sebagai pembeli dan penggarap lahan. Polisi juga memburu seorang buronan berinisial R, keponakan Yoserizal, yang diduga menjual lahan kepada Tarigan.
Dari penyelidikan, para pelaku mengklaim memiliki tanah ulayat seluas 6.000 hektare dan mengajak pihak lain menggarapnya dengan sistem bagi hasil.
Total lahan yang dirambah mencapai 60 hektare, di mana 50 hektare sudah ditanami kelapa sawit berumur sekitar enam bulan, dan 10 hektare lainnya baru dibuka untuk penanaman bibit.
Barang bukti yang disita antara lain surat hibah, kwitansi jual beli, serta dokumen perjanjian kerja sama yang digunakan pelaku untuk mengelabui aparat penegak hukum.
Para tersangka dijerat Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar.
“Salah satu tersangka tidak bisa dihadirkan pada ekspos ini karena sakit jantung,” tutup Kombes Ade.
Sepanjang 2025, Polda Riau telah menangani 21 kasus kehutanan dengan lahan terdampak mencapai 2.360 hektare. Kapolda menegaskan akan terus memburu dan menindak tegas pelaku perusakan hutan yang tersisa di wilayah Riau.