PADANGSIDIMPUAN, SINKAP.info — Seorang ibu hamil berinisial LHB (35) melahirkan di Lapas Kelas IIB Padangsidimpuan setelah ditahan dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba. Ia dituduh sebagai pengguna sekaligus pengedar narkotika jenis sabu, namun kuasa hukum menyatakan LHB adalah korban dari dugaan kriminalisasi oleh oknum aparat.
Peristiwa penangkapan LHB terjadi pada 15 November 2024 di kediamannya di Jalan M.T. Haryono, Kampung Marancar, Kecamatan Padangsidimpuan Utara. Saat itu, LHB tengah membersihkan rumah dan membuang sampah saat didatangi oleh tiga polisi yang didampingi kepala lingkungan setempat.
Menurut keterangan LHB, polisi menanyakan keberadaan suaminya, DAS, yang saat itu tidak berada di rumah. Saat penggeledahan dilakukan, seorang anggota polisi menemukan alat isap yang disebut sebagai barang bukti, meskipun LHB menyatakan benda tersebut hanyalah sampah gelas plastik.
Dalam penggeledahan lebih lanjut, polisi menemukan plastik kecil berisi sabu di dalam sumur tua yang berada di dalam rumah. Meskipun LHB membantah mengetahui kepemilikan barang haram tersebut, ia tetap dibawa ke Satres Narkoba Polres Padangsidimpuan dan ditahan.
LHB saat itu tengah hamil delapan bulan dan kemudian melahirkan di dalam penjara pada 8 Januari 2025. Hingga kini, ia masih mendekam di Lapas bersama bayinya.
Merasa menjadi korban kriminalisasi, LHB mengajukan permohonan pendampingan hukum kepada Pusat Bantuan Hukum Anak Bangsa Tabagsel sejak 21 Mei 2025. Tim penasihat hukum yang dipimpin RHa Hasibuan menyatakan akan mengajukan eksepsi terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang yang dijadwalkan pada 11 Juni 2025 di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
“Klien kami dalam kondisi hamil delapan bulan, tidak mungkin menggunakan narkoba sebagaimana dituduhkan. Tes urine yang menyatakan positif juga patut diragukan. Ini sangat tidak manusiawi,” ujar Hasibuan.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum menilai penahanan dan dakwaan terhadap LHB merupakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Mereka juga telah mengajukan permohonan kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk memberikan atensi dan pengawasan terhadap jalannya persidangan.
“Harapan kami, proses persidangan berjalan objektif dan bebas dari intervensi pihak manapun, demi tegaknya keadilan,” pungkas Hasibuan.