Islami, SINKAP.info – (1) Allah menurunkan Al-Qur’an sekaligus di bulan Ramadhan (Qs.2:185). Diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izzah (di langit dunia) (Qs. al-Qadar: 1). Malamnya sering kita kenal dengan malam Laylatul-Qadar; yaitu malam yang dijadikan oleh Allah begitu penuh berkah (Qs. ad-Dukhān: 2).
Setelah itu, dari Baitul Izzah Malaikat Jibril menurunkannya secara gradual (munajjam: sedikit demi sedikit) kepada Rasulillah Saw. Allah yang memerintahkan demikian: agar disampaikan kepada umat (saat itu adalah para Sahabat) secara perlahan-lahan (Qs.17:106). Maka, Al-Qur’an demikian untuk menjadi petunjuk bagi manusia dalam menjawab persoalan kehidupan. Karena setiap hal dan kejadian dapat ditemukan jawabannya di dalam Al-Qur’an (hayati: Qs.2:2,185; Qs.17:9).
(2) Menariknya, ternyata di bulan Ramadhan Allah menurunkan semua Kitab Suci. Bukan hanya Al-Qur’an. Ini dapat kita baca dari keterangan Rasulullah bahwa: “Suhuf (lembaran Wahyu) diturunkan kepada nabi Ibrahim di malam ‘pertama’ Ramadhan. Taurat diturun pada ‘enam’ Ramadhan. Injil diturunkan pada ‘tiga belas’ Ramadhan. Dan, Al-Qur’an diturunkan pada ‘dua puluh empat’ Ramadhan. (HR. Ahmad (4/107); at-Thabrani (al-Mu‘jam al-Kabīr (185) dan dalam al-Mu‘jam al-Awsath (3742); al-Bayhaqi (as-Sunan al-Kubra (9/188) dan Syu‘ab al-Iman (2248) dan dalam al-Asmā’ wa as-Shifāt (hlm. 233-234). Dan dalam Majma‘ az-Zawā’id (1/197) Imam Ibn Hajar al-Haytsami mengutip pandangan Imam Ahmad ibn Hanbal mengenai hadits ini. Kata beliau: “Arjū an yakūna shāliha’l-hadīts wa baqiyyatu rijālihi tsiqāt (Aku berharap hadits ini baik (dapat diambil dan digunakan) dan sebagian perawinya terpercaya).
Menurut al-Halīmī: “Maksud Allah Al-Qur’an diturunkan pada malam ke-25 Ramadhan.” Sedangkan menurut Imam al-Bayhaqī di dalam al-Asmā wa as-Shifāt adalah: “Maksudnya, hanya Allah yang tahu, malaikat menurunkan Al-Qur’an dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia.” (Lihat, Dr. ‘Abd ar-Rahmān al-Barr, Waqafāt ma‘a Qiyām Ramadhān wa al-I‘tikāf (Kairo: Dār at-Thibā‘ah wa an-Nasyr al-Islāmiyyah, 1424 H/2003 M): 94).
Jadi, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah pada 24 Ramadhan, malam (menurut Imam al-Halīmī). Dan itu diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia (dalam pandangan Imam al-Bayhaqī). Dua pandangan yang saling-melengkapi dan menguatkan. Dan menurut Ibn ‘Abbās, Al-Qur’an diturunkan selama 20 tahun. (Imam at-Thabarī, Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āy al-Qur’ān, ed. Mahmud Muhammad Syakir & Ahmad Muhammad Syakir (Kairo: Maktabah Ibn Taymiyyah, (3/447).
Dan dalam hadits di atas disebutkan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada 24 Ramadhan. Lho, apa bukan malam tanggal 17 Ramadhan? Ini akan kita ulas pada tulisan lain, Insya Allah.
(3) Jika kita cermati, maka dalam bulan Ramadhan ini Allah hadiakan tiga karuni penting bagi kaum beriman. Pertama: ibadah Puasa (Qs.2:183); kedua: turunnya Al-Qur’an (Qs.2:185); dan Lailatul Qadar.
Nah, terkait dengan turunnya Al-Qur’an, umat Islam harus sungguh-sungguh berinteraksi dengan Kitab Suci ini. Apalagi Al-Qur’an secara istimewa diturunkan pertama kali di malam Laylatul Qadar, di bulan Ramadhan. Lebih dahsyat lagi, yang turun bukan perintah puasa (karena perintah puasa Ramadhan turun di Madinah Munawwarah pada tahun 2 Hijrah), bukan tentang shalat, tidak pula tentang haji dan zakat, tetapi tentang ‘membaca’ (Qs.96:1-5).
Nah, perintah tersiratnya: diantara yang harus dibaca adalah Al-Qur’an itu sendiri. Apalagi membaca Al-Qur’an merupakan “bisnis” yang telah digransi oleh Allah tidak akan pernah merugi (Qs. Fāthir: 29). Maka, sangat aneh jika kemudian ada seorang Muslim yang dengan enteng mengatakan, “Aku tidak punya waktu untuk membaca Al-Qur’an.” Aneh bin ajaib, dia selalu punya waktu untuk membaca buku (selain Al-Qur’an), majalah, jurnal, nge-game, gonta statua WA, FB, dan lainnya.
Maka, benarlah apa yang pernah disampaikan oleh Syekh al-Mi‘sharāwī, “Para ulama salaf dahulu begitu intens berinteraksi dengan Al-Qur’an sebagaimana intensnya orang zaman sekarang berinteraksi dengan gadgetnya.” Padahal, ini tindakan keliru.
Maka, agar interaksi kita dengan Al-Qur’an menjadi intensif yang harus kita masukkan ke dalam jiwa dan raga kita adalah: Al-Qur‘an ini Kalamullah. Sebelum bicara apapun dan mengkaji sisi apapun dari Al-Quran, yang harus kita pahami terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an ini adalah Kalamullah. Dia adalah Firman Allah. Maka, kita harus penuh adab ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an.
(4) Nah, bulan Ramadhan ini adalah momentum paling tepat dalam berinteraksi dengan Kalamullah ini. Minimal, bacaan kita lebih sering di bulan ini. Itulah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Beliau senantiasa “ngaji” Al-Qur’an setiap Ramadhan tiba bersama malaikat Jibril. Karena bulan Ramadhan adalah bulan penuh kebaikan dan kebajikan. Selain itu, menjadikan Al-Qur’an bacaan harian memiliki pengaruh praktis dalam kehidupan yang membacanya. Jadi, ia tak sekadar ujaran dan kalam yang dibaca.
Bahkan, Sahabat mulia ‘Abdullah ibn Mas‘ūd radhiyallāhu ‘anhu menyatakan: “Hendaklah pembawa panji Al-Qur’an mengenal hak malamnya di saat orang lain tidur. Dan hak siangnya ketika orang lain merasa bosan karena lelah. Ia harus bersedih ketika orang lain bersenang-senang. Ia juga harus menangis ketika orang lain tertawa. Ia harus diam di saat yang lain berbicara tanpa makna. Dia juga harus khusyuk di saat orang lain cengengesan. Maka, harus menjadi pribadi yang biasa menangis, pengiba (mudah bersedih), bijaksana, penyantun, berilmu dan lebih banyak diam. Sebaliknya, ia tidak boleh menjadi orang yang kering jiwanya, lalai, berbicara tak senonoh, bertutur tak berkelas dan keras jiwa.”
Begitu kata Sahabat Nabi yang menjadi salah satu “bintang” Al-Qur’an di kalangan sahabat, selain Ubay ibn Ka’ab, Mu‘ādz ibn Jabal, dan Sālim mawlā Abū Hudzayfah radhiyallāhu ‘anhum. (HR. Ahmad, al-Bukhārī dan at-Tirmidzī).
Ringkasnya, mari kita jadikan bulan Ramadhan ini sebagai bulan “musim seminya” Al-Qur’an. Agar keberkahan dan rahmat Al-Qur’an turun ke dalam jiwa dan raga kita. Wallāhu a‘lamu bis-shawāb.[] (Rabu, 12 Ramadhan 1443 H/13 April 2022 M)
SINKAP.info | Rls