Dr.Elviriadi; karena Tokoh Tiarap, Karhutla Bisa Picu Konflik Vertikal

RIAU323 Dilihat

PEKANBARU, Sinkap.info – Penegakan hukum kasus Karhutla mulai mencuri perhatian publik, dalam catatan media Sinkap.info, kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, bahkan nyawa manusia turut melayang.

Untuk mengetahui perkembangan penindakan Karhutla, kru Sinkap.info menghubungi pakar lingkungan Dr.Elviriadi melalui Whatsapps, sabtu sore (19/6).

“Ya, saya mencermati terus kasus Karhutla di Riau ini. Perlu pembenahan mendasarlah, agar pribumi tidak menjadi korban,” ungkap Elviriadi

Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu menilai, peran serta tokoh publik sangat minim terhadap penindakan kasus Karhutla.

“Sejauh ini tokoh tokoh memilih tiarap, karena berurusan dengan hukum itu ngeri ngeri sedap. Akhirnya yang maju dan bersuara adik adik mahasiswa, OKP, BEM, dan kaum muda pada umumnya. Ujung ujungnya terjadi konflik vertikal, rakyat versus negara, itu yang kita khawatirkan,” beber alumnus UKM Malaysia itu.

Ketua Majelis LH Muhammadiyah itu menilai, pemerintah seharusnya mengkonfrontir akar penyebab Karhutla, yakni izin eksploitasi gambut yang melampaui daya dukung lingkungan.

“Kalau tak dikonfrontir dari hulu, dari akar masalah, maka gambut tetap akan terbakar tiap tahun, masyarakat lokal yang punya tradisi kearifan tradisional atau sekedar membersihkan lahan sendiri dengan cara membakar terkena getahnya,” sindir mantan aktivis mahasiswa itu.

Seharusnya, tambah Elv, Gubernur dan Bupati bisa memberi pembinaan, penyuluhan, dan pendampingam hukum. “Ajaknya teman teman Polres, Kejaksaan, dan Kehakiman duduk berunding, apa solusi nya? Kan Pemprov belum buat Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Wilayah (RPPLH) yang diwajibkan UU, ” kritik tokoh muda Meranti itu.

Pria yang sering jadi saksi ahli di persidangan itu meminta Pemerintah serius dalam supervisi dan evaluasi kualitas lingkungan.

“Karhutla bin hutan gundul ini kan sejatinya soal perencanaan kehutanan dan lahan, soal supervisi ijin lingkungan, audit lingkungan, pengawasan penataan (monitoring compliance) dan terakhir sanksi bin Penegakan hukum,” ujarnya.

“Jangan sungsang, kalau penegakan hukum di dahulukan, terjadi goncangan sosial baru, yang rugi bangsa Indonesia ini juga,” pungkas peneliti gambut yang istiqamah gundul kepala demi hutan.(*)

SINKAP.info | Editor: MKh

Komentar