Toples Seroja Cerpen Naratif oleh Zaidan Akbar

KOLOM, Sastra249 Dilihat

SASTRA, Sinkap.infoHari ini cuaca di Kelurahan Sei Berombang Kecamatan Panai Hilir tampak bersahabat. Suasana siang dengan langit yang masih terlihat cerah. Warnanya yang biru mempertontonkan awan-awan putih yang begitu genit beriring lambat di angkasa.

“Bakso bakar … !” pekik seorang laki-laki setengah tua dengan mengayuh gerobak sepedanya dan memasuki sebuah gang pemukiman penduduk. Suara laki-laki itu langsung mendapat respon dari telinga anak-anak di sekitar pemukiman.

Rupanya ini sudah biasa. Penjual bakso bakar keliling itu hampir setiap hari masuk ke gang ini. pelanggannya lebih banyak anak-anak dari pada orang dewasa.

Ini terlihat dari bocah-bocah yang berkerumunan mendekati laki-laki ini setelah ia menghentikan gerobak sepedanya.

Namun bagi Haris, ia baru pertama kali melihat orang itu. Mungkin Haris jarang di rumah makanya ia tidak tahu bahwa lelaki penjual bakso bakar itu sering menjajakan dagangannya di sini.

“Beli bakso bakar, ayah” rengek Yanti putri semata wayang Haris sambil menarik-narik tangan ayahnya.

Sebagai seorang Ayah tentu Haris perlu hati-hati membelikan makanan pada anaknya dan tidak boleh sembarangan. Jika apa yang dimakan oleh anaknya ternyata tidak layak konsumsi, nanti akan fatal akibatnya. Haris sejenak merenungkan hal ini.

“Penjual bakso bakar itu sudah seminggu berdagang di sini, Yanti anakmu hampir tiap hari membelinya” cetus sang istri memecahkan renungan Haris.

“Kata orang-orang penjual bakso bakar itu ramah sekali, murah tersenyum dan selalu tampak riang. Anak-anak suka padanya dan ia gemar pula bergurau bersama anak-anak” lanjut istri Haris menjelaskan.

Haris menatap tajam istrinya setelah Haris mendengar sang istri memuji laki-laki penjual bakso itu. Melihat tatapan Haris maka sang istri hanya diam saja dan langsung masuk ke dalam rumah.

Sementara Yanti bocah tujuh tahun itu terus merengek minta dibelikan Bakso bakar. Ia terus saja menarik-narik tangan ayahnya.

“Ya, ayo kita beli” kata Haris mencoba mengikuti ajakan anaknya. Haris dan Yanti bersama-sama menghampiri pedagang itu.

“Assalamualaikum Pak Rohim!” sapa Yanti pada pedagang itu.

“Waalaikum salam!, anak cantik” sahut Rohim pada Yanti

“Bakso bakarnya dua porsi dan satu porsi Tahu, jangan banyak saosnya ya pak!”

“Siap nona manis” sambut Rohim sambil bergaya hormat ala tentara dan Rohim tertawa lebar.

Lalu bocah perempuan itu juga ikut tertawa.

Haris terkejut. Ia tak menyangka bahwa anaknya seperti sudah mengenal baik pedagang ini dan Haris juga heran bahwa Rohim justru tahu nama anak-anak yang menjadi pelanggannya.

“Pantesan laris manis karena selain berjualan ternyata pedagang ini juga pintar membuat anak-anak senang”
pikiran itu terlintas di kepala Haris.

“Perkenalkan nama saya Haris”
“Nama saya Rohim” ujar pedagang itu sambil menyambut uluran tangan Haris, dan keduanya saling bersalaman.

“Bapak asalnya dari mana?” tanya Haris.
“Saya dari Daerah Ajamu Kecamatan Panai Hulu” jawab Rohim.
“Jauh juga ya berdagang sampai kemari?”
“Namanya juga cari makan Pak!” sambut Rohim sambil tetap melanjutkan pekerjaannya.

Haris mengangguk tersenyum Namun sepasang mata Haris dari tadi menyoroti sebuah toples plastik berpenutup hitam dan di toples itu ditempelkan pula kertas putih yang bertuliskan ‘SEROJA’, sepertinya itu ditulis sendiri menggunakan spidol bertinta merah.

Isi dalam toples tersebut adalah uang pecahan lima ribu rupiah. Yang anehnya lagi, setiap Rohim mendapatkan uang Lima ribuan ia masukkan ke dalam toples itu dan uang selain itu yang Rohim peroleh langsung ia masukkan ke dalam tas yang digendongnya.

Sebenarnya Haris ingin bertanya tentang itu, tapi Haris merasa sungkan jika ia bertanya terlalu banyak pada orang yang baru dikenalnya.

Di sela percakapan antara Haris dan Rohim maka pesanan Yanti sudah selesai dan Yanti telah mendapatkan apa yang ia mau, bakso bakar kesukaannya, maka Haris pun mengajak anaknya pulang.

Pada malam harinya, sehabis magrib, Haris punya keperluan di luar. Haris berjalan kaki melewati gang kecilnya karena memang Haris tak punya sepeda motor. Haris hanya seorang nelayan pekerja yang makan gaji dengan tokenya yang bernama Chun Linkiang seorang pengusaha ikan etnis Tionghoa di daerah itu.

Dalam perjalanan pulang, Haris melihat Rohim masih berdagang di pinggir jalan. Satu dua orang datang membeli bakso bakarnya.

“Ini kesempatanku bertanya tentang toples plastik tadi” kata Haris dalam hati setelah ia melihat Rohim mengusap-usap toples yang dimaksudkan itu.

Haris berjalan mendekati Rohim dan berucap “Pak Rohim, masih dagang saja malam begini, lembur ya pak?”

“Ya pak Haris, habis mau gimana lagi, di Berombang ini berdagang hasilnya lumayan kalau di Ajamu tempat saya, dagangan kayak gini sudah banyak, jadi terlalu banyak saingan.” Rohim menjelaskan alasannya

“Jam berapa nanti pulang?” tanya Haris
“Bentar lagi juga pulang pak” jawab Rohim
“Oh ya Pak Haris, titip ini buat Yanti ya!” kata Rohim sambil menyodorkan buku Iqro kepada Haris
“Ini buat anak saya?” tanya Haris dengan kaget
“Ya, kemarin Yanti cerita pada saya, dia ingin sekali belajar ngaji”
“Tadi saya lupa berikan itu, karena banyaknya pembeli” ucap Pak Rohim

“Itulah Pak Rohim, kemarin memang Yanti bilang pada saya, dia minta dibelikan buku iqro tapi saya lupa”

“Dan sekarang Yanti ingin belajar sholat katanya”

“Dia bilang ada orang yang berkata pada dia agar jangan pernah meninggalkan sholat, sholat itu dapat membuat seseorang bahagia, dalam sholat, doakan selalu kedua orangtua supaya tetap sehat dan panjang umur, Yanti juga diberi buku tuntunan sholat lengkap agar dibaca katanya” Haris menceritakan apa yang disampaikan oleh anaknya kepada dirinya.”

MENARIK DIBACA:  Peluang Pekerjaan Baru di Era Revolusi Industri Digital 4.0

Kemudian Haris menatap Rohim dan berujar “jadi yang mengucapkan kata-kata itu pada anak saya adalah bapak? dan yang memberi buku tuntunan sholat lengkap itu juga bapak?” Haris lanjut bertanya pada Rohim.

Rohim hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan dari Haris

Sedangkan Haris merasa tersentuh hatinya. Sepang bola matanya mulai berair karena kagum atas besarnya perhatian Rohim pada anaknya.

“Terkadang saya malu pak” Haris berkata itu sambil menunduk

“Di rumah, saya dan istri saya jarang sekali sholat, mungkin pandangan itu juga jarang terlihat oleh Yanti.” Haris mengungkapkan kejujurannya pada Rohim.

“Pak Haris, Sholat itu penting karena dunia ini hanya tempat persinggahan saja. Kehidupan di dunia ini tidaklah lama dan semua yang telah kita lakukan di sini akan kita pertanggung jawabkan.”

“Maaf pak, saya bukan mengajari bapak” ucap Rohim kepada Haris.

Haris tampak menganggukkan wajahnya setelah Rohim berucap begitu.

Tiba-tiba Haris teringat sesuatu, ia teringat bahwa temannya melaut akan datang bertamu malam ini ke rumahnya. Mereka ingin membicarakan tentang pekerjaan.

Lalu Haris pamit pada Rohim sambil mengucapkan terimakasih banyak atas kepedulian Rohim pada anaknya dan setelah itu Haris berangkat pulang.

Ketika di rumah, setelah tamu pulang, Haris tak habis pikir dengan sosok Rohim yang baik itu. di sisi lain Haris juga cukup penasaran dengan Toples plastik bertuliskan Seroja yang selalu diusap Rohim ketika basah.

“Ada apa dibalik toples itu?” benak Haris bertanya-tanya dan itu mengganjal sekali di pikirannya. Haris menyesal mengapa tadi Haris lupa menanyakanmya pada Rohim. Padahal hal itu sudah ia rencanakan dari tadi.

Keesokan harinya, seperti biasa Rohim datang kembali dengan dagangannya. Tapi kali ini hari sudah cukup sore dan mendung pula. Nampaknya hujan akan turun.

Tak lama hujan pun turun begitu deras. Para pembeli berlarian ke rumah masing-masing. Di sela-sela gemuruhnya suara hujan, Haris mengajak Rohim untuk berteduh di rumah Haris.

Sebentar saja Rohim di rumah Haris terdengar pula adzan magrib berkumandang. Rohim ingin melaksanakan sholat.

“Pak Haris, ayo kita sholat berjamaah!” ajak Rohim

“Pak Rohim duluan saja dulu, nanti aku menyusul”
“Ayolah Pak Haris!” Rohim mengajak Haris untuk kedua kalinya.

Lalu Haris mengeluarkan sajadah dari lemari mereka dan sajadah itu sedikit berdebu karena jarang sekali dipakai. Namun inilah sholat untuk yang pertama kali bagi Haris setelah lama ia berumah tangga. Mereka Sholat berjamaah dan diikuti pula oleh istri Haris.

Sementara dari balik dinding kamar, Yanti memperhatikan gerakan sholat itu. Yanti tidak ikut sholat karena bocah perempuan itu memang tak punya mukena lagi untuk dikenakan.

Sesuai sholat, istri Haris menghidangkan teh manis hangat untuk Haris dan Rohim. Dalam hati Haris berkata “Ini saatnya aku bertanya”

Seperi biasa Rohim meraih Toples berisi uang lima ribuan itu. Isinya juga nampak bertambah dari yang kemarin.

Rohim mengusap-usap toples plastik itu dengan perlahan-lahan. Tulisan ‘SEROJA’ di toples itu mulai sedikit pudar, basah terkena air hujan tadi. Tak sempat Haris bertanya, terlihat air mata lelaki pedangan bakso bakar itu terlanjur keluar dari kelopaknya saat menatap toples yang dipegangnya.

Oleh karena itu Haris mengurungkan niatnya. Haris merasa segan sekali untuk bertanya. Dalam hati Haris masih banyak waktu untuk bertanya tentang itu.

Tiba-tiba suara panggilan lantang seorang perempuan terdengar dari luar rumah seiring dengan suara ketukan pintu yang keras. Saat itu hujan sudah mereda.

“Haris … ! ris …! teriak perempuan itu.
Kemudian istri Haris membukakan pintu. Ternyata Ibu Salbiah yang datang. Ibu ini adalah pemilik rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Haris. Biasanya kalau datang marah-marah seperti ini pasti menagih uang sewa kontrakan rumah.

“Haris, kau ini bagaimana, sudah dua bulan kau tidak bayar uang sewa, itu tandanya kau tertunggak empat ratus ribu”
“Kalau kau tak mau bayar, bilang..!”
“Biar orang lain saja yang menempati rumah ini”
“Sudah muak aku lihat kalian” teriak Bu Salbiah.

Tak sempat Haris dan istrinya berkata apa-apa karena Ibu Salbiah terus-menerus membentak.

Rohim menyaksikan penderitaan keluarga ini. Lalu kemudian Rohim memanggil Haris dengan setengah berbisik. Rohim mengeluarkan uang sebesar enam ratus ribu kepada Haris dan langsung berkata
“Bayar sekalian tiga bulan”

Tentu saja Haris terperanjat kaget. Bagaimana tidak, pria yang baru dikenalnya itu sudah begitu banyak membantu keluarganya.

“Bagaimana aku mengembalikan semua ini?” tanya Haris sambil menerima uang tadi dengan air mata yang bercucuran.

“Jika Pak Haris punya uang berlebih, maka kembalikanlah dan jika tidak, maka tak usah Pak Haris pikirkan, aku ikhlas” ucap Rohim.

Tak berlama-lama lagi, maka Haris langsung menyerahkan uang tadi pada Ibu Salbiah dan barulah Ibu itu pergi dari hadapan mereka.

Banyak hal yang membuat Haris kagum pada sosok Rohim. Mereka sekeluarga sangat berterimakasih pada Rohim.

Haris menawarkan Rohim untuk bermalam di rumahnya mengingat jauhnya perjalanan yang harus Rohim tempuh menuju pulang, lagi pula ini kondisinya malam hari. Haris khawatir ada sesuatu yang bisa membahayakan diri jika bepergian di malam hari. Namun Rohim tetap memutuskan pulang malam itu juga.

Sebelum pulang, Haris sempat meminta nomor handphone Rohim. Maksud Haris agar Rohim bisa terus dihubungi dalam perjalanan pulangnya.

Walaupun Haris juga tidak memiliki handphone tapi gampang bagi Haris meminjam dari tetangganya karena Haris merasa cemas melepas Rohim yang pulang terlalu malam.

MENARIK DIBACA:  Setiap Cahaya Menembus Dinding Malam, itulah AKU!

Namun apa boleh buat Rohim juga sama dengan Haris tak memiliki handphone untuk dihubungi. Saat itu Rohim malah mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan alamat rumahnya serta memberikannya pada Haris.

Hari berikutnya, Haris berusaha keras bermohon pinjaman pada tokenya sebesar uang yang ia terima dari Rohim tadi malam dan kegigihannya berhasil juga. Sekarang Haris telah mengantongi uang sebesar enam ratus ribu itu.

Haris berniat ingin mengembalikan uang itu kepada Rohim. Haris menunggu Rohim. Namun Rohim tak kunjung datang mulai dari siang hingga sore hari. Besok harinya Haris tetap menunggu tapi Rohim tak datang juga.

“Apa mungkin Pak Rohim sakit karena kehujanan kemarin?” pikir Haris dalam benaknya.

Haris kali ini tak bisa menunggu lagi. Besok pagi-pagi sekali Haris mesti berangkat dari Berombang menuju Ajamu Kecamatan Panai Hulu untuk bertemu Rohim.

Haris bermaksud ingin mengembalikan langsung uang yang ia pinjam. Dengan secarik kertas yang bertuliskan alamat Rohim, Haris pun pergi.

Sesampainya di depan rumah Rohim, Haris sangat terkejut melihat banyak orang di situ. Di depan rumah itu berdiri bendera hijau bertuliskan ‘Innalilahi wa innailaihi rojiun.’

Hati Haris mulai gundah dan bertanya-tanya “siapakah yang meninggal itu?”

Lalu Haris mencoba memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah. Di tengah kerumunan itu Haris melihat Rohim sedang menangis terisak-isak sambil memeluk toples yang kemarin. Rohim menangis dengan menahan suara di hadapan mayat seorang bocah perempuan dengan wajah terbuka. Cantik sekali anak perempuan itu.

Lalu Haris menatap sebuah foto yang terpajang di dinding. Foto itu tepat berada di samping lukisan Pahlawan Tuanku Imam Bonjol. Wajah dalam Foto persis sama dengan wajah bocah perempuan yang sedang terbaring kaku itu. Pada foto bertuliskan namanya ‘SEROJA’ lengkap beserta tempat dan tanggal lahirnya usianya tujuh tahun sama dengan usia Yanti anak Haris.

Barulah Haris sadar bahwa Seroja yang tertulis dalam toples itu adalah nama anak semata wayang Rohim yang kini hanya tinggal jasadnya saja.

Dari belakang Haris Ibu-ibu sedang berbisik.

“Kasihan Rohim ya, sudah di tinggal istri, tak lama anaknya pula yang meninggalkannya”

“Padahal Rohim sudah Kerja mati-matian, siang dan malam jualan bakso bakar sampai ke Sei Berombang untuk mengumpulkan uang demi operasi anaknya. Seroja itu punya penyakit infeksi peradangan kelenjar dan harusnya bulan depan Rohim akan mengoperasikan anaknya kalau uang itu sudah terkumpul” kata Ibu-Ibu itu.

“Tuh lihat di dalam toples, uangnya lima ribuan semua karena Seroja semasa hidupnya kagum dengan Tuanku Imam Bonjol.” ucap ibu yang satunya lagi.

Mendengar cerita ibu-ibu di dekat Haris itu, maka teranglah semua segala sesuatu yang menjadi pertanyaan di kepala Haris selama ini. Rohim yang baru dikenalnya sebagai laki-laki periang rupanya di balik itu tersimpan luka yang pedih dalam batinnya. Toples plastik itu ternyata isinya adalah harapan untuk mengobati Penyakit anak Rohim. Tak tahan Haris melawan air matanya yang berjatuhan.

Haris mendekati Rohim dan dipeluknya lelaki itu erat-erat. ia membisikkan sesuatu ke telinga Rohim dengan ucapan

“Bersabarlah, sesungguhnya orang yang sabar itu adalah kekasih Tuhan, bukankah Pak Rohim yang mengajarkanku hal itu?” tanya Haris bernada sedih. Lalu Rohim hanya mengangguk.

Kemudian Haris menyerahkan uang yang ia bawa tadi namun Rohim menolaknya dengan menggeleng-gelengkan kepala. kemudian sekali lagi mereka saling berpelukan.

Setelah pemakaman Berakhir maka Haris pulang dan menceritakan semua yang terjadi pada keluarganya. keluarga Haris merasa bersedih atas musibah yang menimpa Rohim, terutama Yanti anak Haris yang merasa sudah begitu dekat dengan Rohim.

Tiga hari setelah kejadian itu, Rohim berkunjung ke rumah Haris. Ia membawa sesuatu untuk Yanti berupa sajadah baru, Mukena Baru, pakaian sekolah dan lengkap dengan peralatan sekolah serta beberapa pakaian muslim. Semua ini Rohim belikan dari uang di dalam toples milik anaknya Seroja. Rohim mengusap kepala Yanti dan berucap

“Yanti, jangan pernah tinggalkan sholat, jangan membantah perintah orangtua, doakan mereka selalu di setiap sujudmu, jadilah anak yang baik, rajin belajar dan raih masa depanmu serta angkatlah derajat kedua orangtua, kau faham kan!”

Semua yang hadir di situ berlinang air matanya mendengar nasehat Rohim kepada Yanti. Kemudian sesuai itu Rohim pamit untuk pulang dan Rohim tak pernah terlihat lagi hingga kini.

Beberapa kali Haris mencari Rohim di kediamannya, tapi orang di situ mengatakan Rohim sudah pindah ke Jawa dan tak ada satupun yang tahu alamatnya maupun nomor kontaknya.

Meski kisah ini terjadi lima tahun yang lalu, Namun bagi Haris kehadiran Rohim buat keluarganya sangat berpengaruh besar. Rohim lelaki penjual bakso bakar yang akan ia kenang sepanjang hidupnya. Haris mengenal Rohim tidaklah lama, namun karena Rohim Haris menjadi dekat dengan agama.

Keluarga Haris kini tak pernah meninggalkan sholat. Haris tak lagi bekerja menjadi nelayan. Rezeki mereka sudah mulai membaik. Sekarang Haris punya grosir sendiri dan rumah sendiri. Yanti juga tumbuh menjadi perempuan yang beranjak remaja dan baik pula agama serta Budi pekertinya.

Terima kasih Rohim. Ucapan yang selalu ada dalam hati Haris dan setiap sholat Haris beserta keluarga selalu mendoakannya di manapun Rohim sekarang berada. Haris berharap di suatu hari nanti Haris dapat bertemu dengan Rohim lagi.

#ikatan_selalu_hadir_dalam_kepedulian
#cerita_hanya_fiktif_nama_tokoh_dan_kejadian_juga_fiktif
#jangan_tinggalkan_sholat

Komentar