OPINI, Sinkap.info – Sibuk pendemi corona menuai kontroversi ditengah khalayak. Di Riau, tepatnya kota Dumai, masyarakat berdemo menolak PSBB. Awalnya, program PSBB tampak anggun tetapi belakangan muncul carut marut pembagian Bansos. Data penerima yang simpang siur.
Ditengah merebaknya pendemi dan polemik penerapan PSBB, sikap ulama (baca: MUI ditunggu umat). MUI diawal musibah, berfatwa sejajar dengan pemerintah dan menghimbau umat shalat dirumah, dasar fiqh memungkinkan.
Belakangan, MUI merubah sikap melalui Sekretaris Jenderal, Anwar Abbas, Majelis Ulama Indonesia mengaku kecewa dengan sikap Pemerintahan yang tidak tegas melarang orang berkumpul di pusat perbelanjaan, perkantoran, maupun yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta. Anwar Abas mengatakan hal ini menyebabkan kebingungan dan tanda tanya dikalangan masyarakat.
Alhasil, MUI membolehkan shalat Idul Fitri melalui sekretaris Dewan Pertimbangan Noor Achmad. Pelaksanaan shalat aidil fitri di zona hijau diperbolekan mengikuti protokol kesehatan.
Quo Vadis Ulama-Umat
Namun begitu, sempat beredar himbauan shalat idul fitri, shalat berjamaah plus tarawih di rumah dari kalangan ulama. Bahkan sebagian masjid masjid di kota Pekanbaru masih “stop” dan tutup habis. Perdebatan makin seru ditengah PSBB yang makin diabaikan.
Agaknya, pandemi corona ini hendak menapis ulama. Manakah ulama yang sebenar ulama, yang disebut Al Quran, Wamayyaksaulohumin ‘ibaadihil ulama’. Dan hanyalah yang takut pada Allah itu dari para hamba adalah ulama.
Disinilah ummat (cendikiawan, ustad, akademisi) yang berkompeten untuk turut andil memperkuat ijtihad ulama. Umat Islam, pada pandangan penulis, tidak boleh pasif.
Mengapa? Karena ulama juga manusia, bukan Nabi yang ma’sum. Tidak selamanya hamba Allah SWT akan selamat dari godaan setan, termasuk ulama. Imam Al Ghozali dalam kitabnya, al-Kasf wa Al-Tibyan fi Ghurur al-Khalq Ajma’in menyebutkan ulama bisa tertipu oleh duniawi. Di antaranya “jebakan batman” nya adalah mereka merasa ilmu-ilmu syariah dan aqliyah yang dimiliki telah mapan (cukup).
”Mereka mendalaminya dan menyibukkan diri mereka dengan ilmu-ilmu tersebut, namun mereka lupa pada dirinya sendiri sehingga tidak menjaga dan mengontrol anggota tubuh mereka dari perbuatan maksiat sehingga mudah digeluncurkan hawa nafsu. Lalu dihinggapi perasaan cinta dunia dan diri mereka sendiri serta mencari kesenangan yang semu, popularitas serta kedekatan dengan penguasa.
Input dari stakeholder ummat sangat dibutuhkan, untuk menumbuhkan kewaspadaan dan kesadaran kritis-historis ulama di tengah pendemi.
Bukankah dalam sejarah indonesia, umat islam pernah dikepung oleh berbagai isme isme (sekularisme, liberalisme, pluralisme, sinkretisme) yang hendak memadamkan api ad dien?
Pendemi Covid 19, awalnya mungkin musibah mddis. Semacam wabah tha’un dizaman Sahabat Umar Bin Khattab. Tetapi setelah secara sosiologis, ekonomi dan politik menimbulkan problem serius, maka ulama dan umat harus bersinergi dan waspada.
Akan terlihat dan tertapis pula, mana ulama akhirat dan mana ulama pangkat!
Wallahu’alam Bishowwab
Penulis Dr. Elviriadi (Dosen UIN Suska dan Muballigh)
Komentar