PEKANBARU, Sinkap.info – Temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017 tentang adanya realisasi anggaran Dana Reboisasi (DR) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Kabupaten Kepulauan Meranti Riau sebesar 63 Miliar yang disebut tidak sesuai dengan perundang-undangan belum diketaui tindak lanjutnya.
Sejumlah media melansir berita terkait hal ini, dan sejumlah pihak telah menyoroti penggunaan dana-dana tersebut yang diketahui ternyata digunakan diluar dari peruntukan dan tujuan penganggaran dana DR dan DAK.
Dr. Elviriadi, SPI M.Si yang sekaligus pakar lingkungan hidup menjabat sebagai Kepala Departemen Perubahan Iklim KAHMI Nasional sangat menyayangkan sikap Pemkab Meranti dalam hal penggunaan dana Reboisasi maupun dana DAK yang berjumlah puluhan Miliar Rupiah.
“Seharusnya Pemkab Meranti Telah mempunyai database yang lengkap tentang lokasi sasaran reboisasi itu, Kabupaten Meranti itukan problem utamanya kerusakan mangrove. Dana Reboisasi dan Rehabilitasi itu memang untuk hutan mangrove. Dana 65 Milyar itu malah tak cukup, masih sangat kurang. Panjang pantai Pulau Rangsang dan Pulau Padang aja puluhan kilometer dengan status Mangrove rusak berat,” kata Kepala Departemen Perubahan Iklim KAHMI Nasional itu.
Menurut Doktor yang aktif mengajar di UIN Suska Riau itu, Kondisi Ekologis Kabupaten Kepulauan Meranti cukup kritis, pemkab menurutnya harus prioritaskan DR itu untuk pemulihan, rehabilitasi dan reboisasi.
“Jadi ini prioritas dan sangat mendesak,” jelasnya.
Selain pemulihan dan rehabilitasi hutan, bagi Elviriadi Pemkab Meranti juga harus tanggap dan perduli dengan masalah kebakaran hutan dan lahan di Riau, termasuk Meranti. Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhula) disebutnya terus terjadi di Riau, termasuk Meranti, bahkan ia menyebut Meranti sangat fenomenal, ada Sungai Tohor yang dikunjungi Jokowi dan Menteri Siti Nurbaya.
“Yang menarik Pulau Padang itu gambutnya di eksploitasi habis habisan (puluhan ribu hektar) oleh perusahaan. Pemkab Meranti harus manfaatkan DR itu untuk rehabilitasi lahan gambut. Uang 2 triliun tak kemana itu? Untuk Restorasi Gambut Pulau Padang dan Reboisasi lahan kritis Pulau Rangsang itu butuh 2 Triliun,” lanjutnya.
Elviriadi sebagai putra asli kelahiran Selatpanjang juga mengungkapkan dinas DLHK kab. Meranti tidak serius menangani permasalahan hutan dan lingkungan, hal itu di indikasikanya dengan terjadinya eksploitasi hutan dan gambut dalam secara besar-besaran di Meranti.
“Saya kira Dinas LHK Kab Meranti perlu bergerak cepat untuk melakukan konsultasi pada pakar atau ahli yang mengetahui peta rawan bencana, dan kondisi geo-ekologi kawasan hutan dan gambut di 3 pulau utama. Supaya tahun depan tidak terjadi kebingungan penggunaan anggaran DR, sehingga harus dialihkan ke kegiatan lain yg melanggar aturan,” katanya.
Elviriadi juga mengingatkan Pemkab Meranti, agar selain mengetahui prioritas penanganan, reboisasi lahan kritis dan Karhutla, efektifitas prosedur dan pelaksanaan anggaran harus ditingkatkan.
“Saya kira Perbup No.11 No.17 itu jangan dijadikan alasan untuk memindahkan mata anggaran. Semua regulasi sudah jelas, yang penting birokrasi harus progressif. Kalau lambat nanti masuk angin, penjara pun menunggu,” pungkas Putra kelahiran Meranti itu. (Rls)
Komentar